Senin, 15 Oktober 2012

[Cerpen] Kekasih Sunyi


                                           Kekasih Sunyi

Lamat-lamat suara sirine terdengar meraung-raung. Makin lama suara itu terdengar makin nyaring. Ah, siapa lagi di pagi buta seperti ini yang menjadi korban keapesan hidup—korban tabrak lari, mutilasi pun janda-janda yang ditinggal mati suaminya yang perampok—atau mungkin suara itu berasal dari mobil-mobil patroli polisi yang akan menggrebek orang-orang bejat di pagi hari. Belum jelas suara sirine apa yang memasuki jalan perumahan yang masih sepi ditinggal penghuninya yang nyenyak dalam dengkur.

Namun, ada beberapa orang yang telah terjaga. Mereka adalah para ibu yang sedang menyiapkan sarapan pagi untuk suami dan anaknya yang mempunyai agenda  kerja di pagi hari. Cepat-cepat mereka menghentikan aktivitas mereka di dapur. Kemudian  mereka menghampiri jendela rumah mereka yang kebetulan menghadap jalan. Dilihatnya mobil bersirine melewati depan rumah mereka. Jelas sekarang bahwa itu mobil polisi.
Tak jauh dari sana, mobil pun berhenti di depan salah satu rumah. Seorang perempuan tua membukakan pintu. Ia nampak berbincang singkat dengan polisi yang mendatangi rumahnya. Kemudian polisi-polisi itu pun dipersilakan masuk. Isu panas! Beberapa ibu keluar dari rumah mereka, sambil menyiapkan menu komplit untuk diperbincangan. “Sst...si cantik hilang!” ungkap seorang ibu. Bisik-bisik itupun semakin meluas. Pagi semakin siang sedang dapur tetap sunyi.
****
Cantik tak cantik seperti dahulu. Wajah ovalnya kian menirus. Matanya tak lagi berbinar. Kali ini lebih kuyu. Tak ada lagi jawaban-jawaban cerdas keluar dari bibirnya. Ah, Cantik menjadi seorang gadis yang bungkam. Terakhir berada di kampus, dosen pembimbingnya secara kebetulan melihat Cantik sedang muntah-muntah di toilet kampus. Apa yang sebenarnya terjadi pada Cantik? Apa ia terjebak dalam pergaulan bebas? Ah, cantik apa yang terjadi padanya? Semenjak itu, Cantik menghilang.
****
“Cantik menghilang ya bu?” tanya seorang polisi kepada perempuan tua sang pemilik rumah. “Ah, hanya sedang mencintai sunyi saja Pak.” jawab sang nenek datar seolah tak terjadi masalah. Polisi semakin heran. Apa mereka harus marah karena merasa sedang dipermainkan? Kemarin mereka mendapat laporan dari kampus tempat cantik kuliah. Cantik telah sebulan lebih menghilang dari kampus. Persoalan semakin parah saat diketahui bahwa dalam rentang waktu itu, cantik pun pergi dari rumah neneknya. Entah ke mana. Neneknya pun tak tahu. Sebelum menghilang, cantik nampak sering terlihat menyendiri. Benarkah karena ia sedang mencintai sunyi? Bapak dan ibunya sudah lama bercerai. Saat ini, mereka sudah asyik dengan pasangan masing-masing. Lalu, Cantik? Benarkah ia merasa ditelantarkan?
            Polisi pun mendatangi kedua orang tua Cantik. Lagi-lagi mereka bertanya tentang keberadaan Cantik. Mungkinkah Cantik bersama mereka? Ah ternyata tidak. “Cantik hanya sedang mencintai sunyi pak!” jelas ayahnya cantik. Polisi semakin heran. Keluarga Cantik nampak tak memedulikan Cantik lagi. Benarkah karena cantik telah terusir dari keluarga?

****
            Sirine mobil polisi itu kembali meraung-raung mencari jejak-jejak Cantik. Namun, Cantik masih enggan untuk muncul. Kerabat karib Cantik pun telah ditanyai mulai dari teman-teman kampusnya, neneknya, kedua orang tuanya, hingga teman-teman seforumnya. “Bagaimana mungkin ada orang yang lebih mencintai sunyi daripada ramai?” heran seorang polisi. “Ah, mungkin saja, kalau ramai hanya membuat gaduh, kalau ramai hanya membuat rusuh, kalau ramai hanya mengobarkan benci. Kalau ramai hanya mencipta orang-orang yang pandai bersilat kata tanpa mau bertindak nyata. Mungkin saja kan? Aku paham mengapa Cantik lebih mencintai sunyi.” jelas seorang polisi. Polisi yang lain nampak heran. “Jangan-jangan kau tahu ya di mana Cantik berada?” selidik polisi lainnya. “Ehm, saya hanya paham kalau Cantik sedang mencintai sunyi.” suasana nampak hening. Di tempat sunyi manakah Cantik sembunyi?
****
            Pagi di sini masih sunyi seperti dahulu. Lamat-lamat terdengar kembali suara sirine dari sebuah mobil. Makin lama makin mendekat. Kabar apa yang dibawanya? Sangat meragukan kalau suara itu membawa kado kebahagiaan. Para penghuni rumah di komplek perumahan tersebut sudah banyak yang terjaga. Mungkin mereka tersadar kalau tidur di pagi hari hanya akan mempersempit jalan rejeki mereka. Para ibu masih sibuk di dapur. Mendengar suara sirine, mereka meninggalkan pekerjaan mereka di dapur. Diperhatikannya mobil bersirine yang melewati rumah mereka.
            Para ibu pun bergegas menuju ke arah mobil bersirine yang berhenti di salah satu rumah. Para bapak mengikuti sambil diiringi rengekan-rengekan anak kecil yang terlupakan oleh ibunya. “Cantik telah pergi...!” ungkap perempuan tua dalam mobil bersirine itu sambil tersedu-sedu. Para tetangga berbisik-bisik. Diselingi suara rengekan anak-anak kecil yang minta digendong. Para bapak hanya saling berpandangan.
            “Cantik hanya ingin sunyi Bu!” tegas salah seorang pemuda yang tiba-tiba sudah berada di antara kerumunan. “Apa indahnya sunyi Nak?” tanya ibunya Cantik. “Sunyi lebih baik daripada rusuh. Sunyi lebih baik daripada gaduh. Sunyi lebih baik daripada bersilat kata.” tiba-tiba pemuda itu pun pergi. Ia menitipkan secarik kertas untuk kedua orang tua cantik.
“Cantik hanya ingin sunyi, sedang mama dan papa hanya memberikan gaduh. Cantik hanya ingin sunyi, sedang mama dan papa hanya menjanjikan rusuh. Jikalah perceraian memang yang terbaik. Aku dapat terima kalau itu menjajinkan sunyi dan aman. Namun, apa yang terjadi? Kalian hanya menghadiahiku kisruh di setiap waktu. Maaf, mungkin aku lebih nyaman di tempat sunyi...”
Bapak dan ibunya Cantik tenggelam dalam tangis. Para tetangga tenggelam dalam bisik-bisik. Bocah-bocah kecil menari dalam rengekan polosnya. Pagi makin siang, ibu-ibu makin asik berbisik. Dapur makin sunyi.
****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar