Kekasih
Sunyi
Lamat-lamat suara sirine terdengar
meraung-raung. Makin lama suara itu terdengar makin nyaring. Ah, siapa lagi di
pagi buta seperti ini yang menjadi korban keapesan hidup—korban tabrak lari,
mutilasi pun janda-janda yang ditinggal mati suaminya yang perampok—atau
mungkin suara itu berasal dari mobil-mobil patroli polisi yang akan menggrebek
orang-orang bejat di pagi hari. Belum jelas suara sirine apa yang memasuki
jalan perumahan yang masih sepi ditinggal penghuninya yang nyenyak dalam dengkur.
Namun, ada beberapa orang yang telah
terjaga. Mereka adalah para ibu yang sedang menyiapkan sarapan pagi untuk suami
dan anaknya yang mempunyai agenda kerja
di pagi hari. Cepat-cepat mereka menghentikan aktivitas mereka di dapur.
Kemudian mereka menghampiri jendela
rumah mereka yang kebetulan menghadap jalan. Dilihatnya mobil bersirine
melewati depan rumah mereka. Jelas sekarang bahwa itu mobil polisi.
Tak jauh dari sana, mobil pun berhenti
di depan salah satu rumah. Seorang perempuan tua membukakan pintu. Ia nampak
berbincang singkat dengan polisi yang mendatangi rumahnya. Kemudian
polisi-polisi itu pun dipersilakan masuk. Isu panas! Beberapa ibu keluar dari
rumah mereka, sambil menyiapkan menu komplit untuk diperbincangan. “Sst...si
cantik hilang!” ungkap seorang ibu. Bisik-bisik itupun semakin meluas. Pagi
semakin siang sedang dapur tetap sunyi.
****
Cantik tak cantik seperti dahulu.
Wajah ovalnya kian menirus. Matanya tak lagi berbinar. Kali ini lebih kuyu. Tak
ada lagi jawaban-jawaban cerdas keluar dari bibirnya. Ah, Cantik menjadi
seorang gadis yang bungkam. Terakhir berada di kampus, dosen pembimbingnya
secara kebetulan melihat Cantik sedang muntah-muntah di toilet kampus. Apa yang
sebenarnya terjadi pada Cantik? Apa ia terjebak dalam pergaulan bebas? Ah,
cantik apa yang terjadi padanya? Semenjak itu, Cantik menghilang.
****
“Cantik menghilang ya bu?” tanya
seorang polisi kepada perempuan tua sang pemilik rumah. “Ah, hanya sedang
mencintai sunyi saja Pak.” jawab sang nenek datar seolah tak terjadi masalah.
Polisi semakin heran. Apa mereka harus marah karena merasa sedang dipermainkan?
Kemarin mereka mendapat laporan dari kampus tempat cantik kuliah. Cantik telah
sebulan lebih menghilang dari kampus. Persoalan semakin parah saat diketahui
bahwa dalam rentang waktu itu, cantik pun pergi dari rumah neneknya. Entah ke
mana. Neneknya pun tak tahu. Sebelum menghilang, cantik nampak sering terlihat
menyendiri. Benarkah karena ia sedang mencintai sunyi? Bapak dan ibunya sudah
lama bercerai. Saat ini, mereka sudah asyik dengan pasangan masing-masing.
Lalu, Cantik? Benarkah ia merasa ditelantarkan?
Polisi
pun mendatangi kedua orang tua Cantik. Lagi-lagi mereka bertanya tentang
keberadaan Cantik. Mungkinkah Cantik bersama mereka? Ah ternyata tidak. “Cantik
hanya sedang mencintai sunyi pak!” jelas ayahnya cantik. Polisi semakin heran. Keluarga
Cantik nampak tak memedulikan Cantik lagi. Benarkah karena cantik telah terusir
dari keluarga?
****
Sirine
mobil polisi itu kembali meraung-raung mencari jejak-jejak Cantik. Namun, Cantik
masih enggan untuk muncul. Kerabat karib Cantik pun telah ditanyai mulai dari
teman-teman kampusnya, neneknya, kedua orang tuanya, hingga teman-teman
seforumnya. “Bagaimana mungkin ada orang yang lebih mencintai sunyi daripada ramai?”
heran seorang polisi. “Ah, mungkin saja, kalau ramai hanya membuat gaduh, kalau
ramai hanya membuat rusuh, kalau ramai hanya mengobarkan benci. Kalau ramai
hanya mencipta orang-orang yang pandai bersilat kata tanpa mau bertindak nyata.
Mungkin saja kan? Aku paham mengapa Cantik lebih mencintai sunyi.” jelas
seorang polisi. Polisi yang lain nampak heran. “Jangan-jangan kau tahu ya di
mana Cantik berada?” selidik polisi lainnya. “Ehm, saya hanya paham kalau
Cantik sedang mencintai sunyi.” suasana nampak hening. Di tempat sunyi manakah
Cantik sembunyi?
****
Pagi
di sini masih sunyi seperti dahulu. Lamat-lamat terdengar kembali suara sirine
dari sebuah mobil. Makin lama makin mendekat. Kabar apa yang dibawanya? Sangat
meragukan kalau suara itu membawa kado kebahagiaan. Para penghuni rumah di
komplek perumahan tersebut sudah banyak yang terjaga. Mungkin mereka tersadar
kalau tidur di pagi hari hanya akan mempersempit jalan rejeki mereka. Para ibu
masih sibuk di dapur. Mendengar suara sirine, mereka meninggalkan pekerjaan
mereka di dapur. Diperhatikannya mobil bersirine yang melewati rumah mereka.
Para
ibu pun bergegas menuju ke arah mobil bersirine yang berhenti di salah satu
rumah. Para bapak mengikuti sambil diiringi rengekan-rengekan anak kecil yang
terlupakan oleh ibunya. “Cantik telah pergi...!” ungkap perempuan tua dalam
mobil bersirine itu sambil tersedu-sedu. Para tetangga berbisik-bisik.
Diselingi suara rengekan anak-anak kecil yang minta digendong. Para bapak hanya
saling berpandangan.
“Cantik
hanya ingin sunyi Bu!” tegas salah seorang pemuda yang tiba-tiba sudah berada
di antara kerumunan. “Apa indahnya sunyi Nak?” tanya ibunya Cantik. “Sunyi
lebih baik daripada rusuh. Sunyi lebih baik daripada gaduh. Sunyi lebih baik
daripada bersilat kata.” tiba-tiba pemuda itu pun pergi. Ia menitipkan secarik
kertas untuk kedua orang tua cantik.
“Cantik hanya ingin sunyi, sedang mama
dan papa hanya memberikan gaduh. Cantik hanya ingin sunyi, sedang mama dan papa
hanya menjanjikan rusuh. Jikalah perceraian memang yang terbaik. Aku dapat
terima kalau itu menjajinkan sunyi dan aman. Namun, apa yang terjadi? Kalian
hanya menghadiahiku kisruh di setiap waktu. Maaf, mungkin aku lebih nyaman di
tempat sunyi...”
Bapak dan ibunya Cantik tenggelam
dalam tangis. Para tetangga tenggelam dalam bisik-bisik. Bocah-bocah kecil
menari dalam rengekan polosnya. Pagi makin siang, ibu-ibu makin asik berbisik.
Dapur makin sunyi.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar