Tampilkan postingan dengan label Drama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Drama. Tampilkan semua postingan

Senin, 15 Oktober 2012

Kajian Drama: Kejahatan Membalas Dendam


Kajian Drama
Kejahatan Membalas Dendam Karya Idrus

Sri Maryani, S.Pd.


PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
            Di dalam sastra ada sebuah hubungan yang sangat erat antara apresiasi, kajian dan kritik sastra karena ketiganya merupakan tenggapan terhadap karya sastra.
            Saat pembaca sudah mampu mengapresiasi sastra, pembaca mempunyai kesempatan untuk mengkaji sastra. namun, hal ini tak sekadar mengkaji. Karena mengkaji telah menuntut adanya keilmiahan. Yaitu adanya teori atau pengetahuan yang dimiliki tentang sebuah karya. Saat Apresiasi merupakan tindakan menggauli karya sastra, maka mengkaji ialah tindakan menganalisis yang membutuhkan ilmu atau teori yang melandasinya. tentang penjelasan mengkaji seperti yang diungkapkan oleh Aminudin (1995:39) kajian (sastra) adalah kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan antarunsur dalam karya sastra dengan bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu.
            Dengan adanya kajian drama inilah, peminat sastra melakukan analisis yaitu membedah karya-karya yang dibacanya. Sehingga unsur-unsur yang menyusun drama tersebut dapat diketahui. Juga rangkaian hikmah yang ada di dalamnya. Apakah ada kecenderungan penyingkapan realitas sosial oleh sang pengarang? ataukah ada hal-hal lain yang bisa pengkaji sastra temukan dari kajian tersebut? hal ini bisa dianalisis dengan beberapa pendekatan. karena kajian sastra memiliki berbagai pendekatan. pendekatan-pendekatan itu ialah Objektif (struktural dan struktural semiotik), mimesis (sosiologi sastra), ekspresif (hermeuneutik), pragmatik (resepsi sastra & intertekstual), posmodernisme (dekonstruksi, poskolonial, studi kultural, dan feminisme)
            Dalam makalah ini akan dilakukan pengkajian drama yaitu penulis akan mengkaji naskah drama yang berjudul kejahatan membalas dendam karya idrus yang di ambil dari karyanya ”Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma” yang diterbitkan oleh Balai Pustaka.


2. Rumusan Masalah
            Dari latar belakang di atas dapat kita simpulkan beberapa pertanyaan yang akan di bahas dalam makalah ini yaitu:
  1. Sebutkan dan jelaskan pendekatan-pendekatan dalam pengkajian karya sastra?
  2. Analisi ”kejahatan membalas dendam” melalui pendekatan sosiologi
  3. Apa isi analisis dari naskah berjudul kejahatan membalas dendam?
  4. Bagaimana bentuk skema dari kajian tersebut?

3. Landasan Teori
            Penulis akan menganalisi atau mengkaji “kejahatan membalas dendam” dengan menggunakan pendekatan sosiologi karya sastra.

            Kajian (sastra) adalah kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan antarunsur dalam karya sastra dengan bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu (Aminuddin, 1995:39).

            Drama adalah ragam satra dalam bentuk dialog yang dimaksudkan untuk dipertujukkan di atas pentas (Zaidan, 2000). 

          Talha Bachmid (1990:1-16), seorang doktor dalam bidang kajian drama, mengutip pendapat Patrice Pavis bahwa drama memiliki konvensi dan kaidah umum, yang dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar. Yang pertama berhubungan dengan kaidah bentuk, seperti unsur alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan, latar ruang dan waktu, dan perlengkapan. Yang kedua berkaitan dengan konvensi stilistika atau bahasa dramatik.

            Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta (universe), namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca.
            Wellek dan Warren (1993: 111) membagi telaah sosiologis menjadi tiga klasifikasi yaitu:

a. Sosiologi pengarang: yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang.

b. Sosiologi karya sastra: yakni mempermasalahkan tentang suatu karya sastra; yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya;

c. Sosiologi sastra: yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.
  
PEMBAHASAN
1. Kajian Drama dan Pendekatan
            Drama merupakan salah satu genre sastra. Menurut definisi, drama adalah ragam satra dalam bentuk dialog yang dimaksudkan untuk dipertujukkan di atas pentas (Zaidan, 2000).
            Drama memiliki bentuk sendiri. saat puisi kebanyakan berbentuk monolog dan novel atau cerpen perpaduan dialog dan monolog, maka drama drama merupakan karya sastra berupa dialog. Dengan, melihat naskah pun pembaca akan mengetahui bahwa karya tersebut adalah drama.
            Pada kesempatan ini, penulis akan mengkaji atau menganalisis sebuah drama yang berjudul ”Kejahatan membalas dendam” karya Idrus dari bukunya yang berjudul ”Dari Ave maria ke Jalan lain ke Roma” yang diterbitkan Balai Pustaka.
            Dalam mengkaji ”Kejahatan membalas dendam” penulis akan menggunakan pendekatan sosiologi sastra yaitu mengaitkan drama ini dengan realitas yang terjadi pada saat naskah ini dibuat.

2. Sinopsis ”Kejahatan membalas Dendam”
            Seorang pengarang muda yang bernama Ishak mempunyai pacar atau tunangan yang bernama Satilawati. Namun, kisah cinta mereka sempat terputus. Yang menjadi sebab pertama ialah Ishak sang pengarang muda mengalami depresi hebat. Dia menganggap dirinya sendiri gila. Hal ini diakibatkan pula karena Ishak dipengaruhi oleh temannya Kartili yaitu seorang Dokter yang selalu mengatakan bahwa Kartili mempunyai leluhur yang gila. Selain itu Kartili sering menceritakan bahwa karya-karya Ishak tidak baik sehingga selalu menorehkan kecaman dari berbagai orang. Selain tiu, tekanan yang dialami Ishak diakibatkan juga oleh ayahnya Satilawati yang bernama Suksoro yaitu seorang pengarang kolot. yang, mana ia sangat mengecam karya-karya ishak yang keluar dari jalur kepengarangan sebelumnya. Ishak dianggap menyalahi keberterimaan karya sastra pada saat itu dan dianggap telah melangkahi para penyair kolot. Hal ini berdampak pada hubungan Ishak dan satilawati yangditentang keras oleh Suksoro. Namun, meskipun begitu ada teman Ishak yang membantu menyatukan kembali Ishak dan Satilawati yaitu Asmadiputera. Selain Asmadiputera, ada juga perempuan tua yaitu neneknya Satilawati seorang dukun yang diutus oleh Suksoro untuk menjauhkan Ishak dan satilawati, namun justru nanti akan mendukung kisah cinta Ishak dan satilawati. Di akhir cerita akan ketahuan rupa-rupa kejahatan yang dimunculkan oleh Kartili—seorang dokter sekaligus teman Ishak yang ternyata juga menaruh hati pada satilawati. ia menjalankan berbagai makar untuk memisahkan keduanya. Salah satunya dengan memberikan obat dan merasuki pikiran ishak sehingga ishak semakin depresi. Di akhir cerita pula akan ketahuan sebuah kedok bahwa Kartili telah bekeluarga dan ia pun sering mencatut (korupsi) obat-obatan.  Di akhir cerita Kartili—sang penjahat— menjadi gila. dan, kejahatan memang membalas dendam.

3. Realitas di Dalam Karya
            Kejahatan Membalas Dendam menyingkap sebuah realitas pada saat karya ini dibuat yaitu adanya sebuah perbedaan yang terjadi antara para penyair pendahulu dan penyair muda. Para penyair tua yang digambarkan Idrus menjadi sosok Suksoro tetap berkeras pada aturan kesastraan/kepenulisan yang mereka pegang. Sedangkan pengarang muda menginginkan sesuatu yang baru yang bisa mengekspresikan jiwa mereka. Selain itu ada penyingkapanrealitas lainnya yang diungkap di drama ini. Ternyata korupsi memang telah terjadi sejak zaman dahulu. Dalam drama ini ditunjukkan dengan ’tragedi’ yaitu terbongkarnya kejahatan Kartili yang suka mencatut obat. Selain itu, keadaan sosial pada saat itu pun berusaha dimunculkan dengan adanya beberapa istilah asing seperti Meester in de rechten. Mendengar kata itu, pembaca akan mendapat kesan nuansa kebelanda-belandaan. Mungkin ini mewakili nuansa realitas pada saat itu.

 4. Skema Aktan dan Model Fungsional

            4.1 Skema Aktan
            Berikut ini adalah skema aktan dari drama yang berjudul ”Kejahatan Membalas Dendam”






PENGIRIM
Rasa cinta terhadap Sartili dan keteguhan dalam berkarya (kepengarangan)

è

OBJEK
Satilawati
è
PENERIMA
Ishak


é






PENOLONG/
PEMBANTU
Asmadiputera
Perempuan tua

è

SUBJEK

Ishak
ç
PENENTANG/
PENGHAMBAT
Kartili
Suksoro
Diri sendiri
Model Fungsional

SITUASI AWAL
TRANSFORMASI
SITUASI AKHIR
TAHAP UJI KECAKAPAN
TAHAP UTAMA
TAHAP KEBERHASILAN
Ishak mencintai Satilawati. Namun, mereka harus terpisah beberapa waktu karena Ishak sengaja menghilang. Ishak depresi dengan berbagai keadaan yang menimpanya.
Kartili terus menekan Ishak sehingga ishak semakin depresi. Suksoro (Ayah satilawati) tidak menyetujui hubungan putrinya dengan Ishak. karena, ishak sebagai pengarang muda dianggap berseberangan dengan Suksoro yang pengarang kolot.
Asmadiputera (teman Ishak) selalu membantu ishak untuk bangkit kembali dan agar mendapatkan satilawati dan juga menumbuhkan karir kepengarangannya.
Ishak tahu bahwa kartili sesungguhnya telah jahat padanya. Ishak sengaja dibuat gila. Karena Kartili ingin mendapatkan Satilawati.
Suksoro insyaf. meskipun pengarang tua dan pengarang muda mempunyai idealisme berseberangan. Mereka bisa saling melengkapi. Apalagi pada saat itu karangan para pemuda realistis dan menginginkan sebuah kebebasan berkarya dan kemerdekaan bangsa.
Buku ishak yang dicekal untuk diterbitkan akhirnya akan diusahakan untuk diterbitkan. dan, kesempatannya untuk merajut cinta dengan Satilawati mulai terbuka kembali. Karena tuan suksoro telah insyaf.


            Kejahatan membalas dendam menjadi inspirasi kepengarangan pada saat itu. Juga tentang nilai-nilai realitas yang berusaha disampaikan pengarang. Mulai dari konflik percintaan, perselisihan tua-muda di dalam kepengarangan, kebebasan dalam berkarya, sampai pada keinginan untuk membebaskan negara dari penjajahan. Ada juga nada-nada sindiran semisal mencatut (korupsi) yang begitu menggelitik. Drama ini penuh hikmah yang bisa diambil.


PENUTUP
  1. Simpulan
            Drama adalah ragam sastra dalam bentuk dialog yang dimaksudkan untuk dipertujukkan di atas pentas. ada tiga bentuk kegiatan dalam menanggapi karya yaitu mengapresiasi, mengkaji, dan mengkritik. kajian (sastra) adalah kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan antarunsur dalam karya sastra dengan bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu. Dan salah satu pendekatan dalam mengkaji sastra ialah pendekatan sosiologi. Di dalam pendekatan sosiologi terdapatan pendekatan sosiologi karya sastra yaitu mempermasalahkan tentang suatu karya sastra; yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya. Drama berjudul ”Kejahatan Membalas dendam” bisa dikaji menggunakan pendekatan sosiologi. Dan, pengkaji bisa mengetahui realitas yang terdapat di dalam karya tersebut.

  1. Saran
      Beberapa saran yang terhimpuna saat menulis makalah ini yaitu:
  1. Pembaca sastra senantiasa memperbanyak membaca karya sastra.
  2. Pembaca sastra dalam mengkaji sastra harus dilengkapi teori atau referensi yang mapan.
  3. Pembaca harus selalu meningkatkan kecintaan kepada karya sastra.
 
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Sumiyadi, M.Hum. Bahan Kajian Drama Indonesia.                
Februana, Ngarto. Skripsi Ngarto. http://www.geocities.com

Selasa, 10 Juli 2012

Transformasi Bentuk dalam Cerita Calon Arang


Oleh

Sri Maryani, S.Pd.

Calon Arang adalah seorang tokoh dalam cerita rakyat Jawa dan Bali dari abad ke-12. Tidak diketahui siapa yang mengarang cerita ini. Salinan teks Latin yang sangat penting berada di Belanda, yaitu di Bijdragen Koninklijke Instituut. (wikipedia.com).

Dalam makalah ini Calon arang ditransformasi ke dalam beberapa bentuk diantaranya novel, sendratari, drama dan film. Transformasi teks Calon Arang ini dari segi lisan maupun tulisan.

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk transformasi Calon Arang dari segi bentuk. Apakah dalam proses transformasinya sendiri cerita Calon Arang ini mengalami penambahan, pengurangan atau pun secara keseluruhan. Dari seginamanya saja sudah jelas berbeda maka dari itu di dalam maklah ini akan dibahas mengenai bentuk-bentuk transformasi cerita Calon Arang.

Transformasi ke dalam bentuk Novel

Sinopsis Calon Arang dari Buku Pramoedya Ananta Toer

Suasana di sebuah daerah sedang hangat membicarakan seorang perempuan cantik yang bernama Ratna manggali. Sayangnya, dia adalah anak dari rakyat yang menjadi korban akibat kekejaman Calon Arang. Terlalu banyak nyawa yang lenyap akibat teluh janda Girah tersebut. Karena kekejaman ibunya, Ratna Manggali pun mendapatkan akibat buruk karena masalah tersebut. Tidak ada satu lelaki pun yang ingin menikahi Ratna Manggali. Mereka takut kalau nasib mereka sama dengan orang-orang yang nyawanya lenyap akibat kekejaman teluh si Calon Arang. Ratna Manggali sangat sedih memikirkan hal itu. Ia membutuhkan seorang pendamping untuk menemaninya, namun tidak ada lelaki yang ingin menikahinya.

Suatu waktu, raja mengetahui tentang kekejaman Calon Arang. Dia mendapat kabar dari perdana menteri bahwa banyak rakyat mati karena tumbal dan teluh Calon Arang. Raja memerinthkan pasukannya untuk melawan Ccalon Arang, namun tidak disangka, pasukan raja tersebut tidak mapu mengalahkan kekuatan Calon Arang. Raja pun mengambil tindakan lain. Ia bertapa memohon petunjuk kepada Batara Guru untuk dapat menghacurkan Calon Arang. Batara Guru memerintahkan raja agar mencari seorang pendeta sakti yang bernama Empu Baradah. Setelah mendapatkan petunjuk tersebut, raja memerintahkan penasehat untuk menemui Empu Baradah. Penasehat tersebut menjelaskan kekacauan yang sedang terjadi. Empu Baradah pun mengerti dan ia akan membantu raja untuk menyelesaikan segala kekacauan tersebut. Empu Baradah menyuruh muridnya yang bernama Empu Bahula untuk menikahi Ratna Manggali. Empu bahula pun siap melksanakan perintah gurunya itu.

Pernikahan Ratna Manggali dengan Empu Bahula membuat Calon Arang bahagia. Ratna Manggali pun tidak perlu meratapi nasibnya yang dulu diperbincangkan orang. Namun, setelah anaknya menikah pun kekejaman Calon Arang tidak berhenti, malah semakin buruk. Akibatnya, Empu Baradah melakukan tindakan yang lain untuk menghancurkan Calon Arang. Dia bertempur melawan Calon Arang. Pertempuran tersebut sangat sengit, namun akhirnya Calon Arang yang kejam itu dapat dilenyapkan oleh Empu Baradah. “

Transformasi ke dalam bentuk drama

Sinopsis drama besar calon Arang kelas dikC’07

Susana di sebuah daerah sedang hangat membicarakan seorang perempuan cantik yang bernama Ratna manggali. Sayangnya, dia adalah anak dari seorang tukang teluh. Calon Arang, begitu nama tukang teluh itu. Terlalu banyak rakyat yang menjadi korban akibat kekejaman Calon Arang. Terlalu banyak nyawa yang lenyap akibat teluh janda Girah tersebut. Karena kekejaman ibunya, Ratna Manggali pun mendapatkan akibat buruk karena masalah tersebut. Tidak ada satu lelaki pun yang ingin menikahi Ratna Manggali. Mereka takut kalau nasib mereka sama dengan orang-orang yang nyawanya lenyap akibat kekejaman teluh si Calon Arang. Ratna Manggali sangat sedih memikirkan hal itu. Ia membutuhkan seorang pendamping untuk menemaninya, namun tidak ada lelaki yang ingin menikahinya.

Suatu waktu, raja mengetahui tentang kekejaman Calon Arang. Dia mendapat kabar dari perdana menteri bahwa banyak rakyat mati karena tumbal dan teluh Calon Arang. Raja memerinthkan pasukannya untuk melawan Ccalon Arang, namun tidak disangka, pasukan raja tersebut tidak mapu mengalahkan kekuatan Calon Arang. Raja pun mengambil tindakan lain. Ia bertapa memohon petunjuk kepada Batara Guru untuk dapat menghacurkan Calon Arang. Batara Guru memerintahkan raja agar mencari seorang pendeta sakti yang bernama Empu Baradah. Setelah mendapatkan petunjuk tersebut, raja memerintahkan penasehat untuk menemui Empu Baradah. Penasehat tersebut menjelaskan kekacauan yang sedang terjadi. Empu Baradah pun mengerti dan ia akan membantu raja untuk menyelesaikan segala kekacauan tersebut. Empu Baradah menyuruh muridnya yang bernama Empu Bahula untuk menikahi Ratna Manggali. Empu bahula pun siap melksanakan perintah gurunya itu.

Pernikahan Ratna Manggali dengan Empu Bahula membuat Calon Arang bahagia. Ratna Manggali pun tidak perlu meratapi nasibnya yang dulu diperbincangkan orang. Namun, setelah anaknya menikah pun kekejaman Calon Arang tidak berhenti, malah semakin buruk. Setiap malam Empu bahula melihat Calon Arang mertuanya pergi entah ke mana dan dia pun sering mendengar Calon Arang melantunkan semacam doa-doa atau puji-pujian. Lalu Empu Bahula menanyakah hal itu kepada ratna Manggali. Dengan perasaan berat, Ratna Manggali mengatakan semua rahasia Calon Arang itu kepada suaminya. Ia mengatakan bahwa kekuatan Calon Arang itu bersumber dari kitab pusaka yang dimilikinya. Setelah itu Empu Bhula mengatakan rahasia Calon Arang tersebut kepada Empu Baradah. Lalu Empu Baradah menyuruh Empu Bahula mengambil kitab tersebut. Empu Bahula pun melakukannya. Ia merayu Ratna Manggali untuk mengambilkan kitab tersebut dan dengan berat hati ratna Manggali mengambil kitab itu lalu diberikan kepada suaminya, tapi ratna Manggai berpesan agar suaminya itu mengembalikan kitab tersebut sebelum ibunya terbangun. Namun, Empu bahula tidak kembali ia membakar kitab pusaka milik Calon Arang dan lenyaplah Calon Arang dari muka bumi ini.

Transformasi ke dalam bentuk Sendra tari

Tarian yang dibawakan sebagai kolaborasi penari terkenal yaitu Retno Maruti dan Bulantrisna Djelantik mengangkat cerita “Calon Arang” sebagai bahan tarian. Tarian tersebut mengusung tema besar “The Amazing Bedaya Legong-Calonarang”.

Setiap gerakan merupakan hasil interpretasi dari setiap bagian cerita dalam kisah Calon Arang. Namun, dalam tari ini, tarian lebih difokuskan pada kisah Mpu Bahula yang berhasil meminang Ratna Manggali dan bukan tentang peperangan calon arang.

Transformasi ke dalam Bentuk Film

Berikut ini ialah ekranisasi atau usaha sebagai baagian dari transformasi bentuk dari cerita aslinya.

Judul                           : Ratu sakti Calon Arang

Sutradara                     : Sisworo Gautama

Produser                      : Ram Soraya

Pemeran Utama           : Barry Prima; Suzanna

Pemeran Pembantu     : Amoroso Katamsi; Diana Suarkom; Didin Syamsuddin; Dorman   Borisman; HIM Damsjik; Johny Matakena; Linda Husein; Ratna Debby Ardi; Tina Winarno

Keterangan Publikasi

Jakarta                         : Soraya Intercine Film, 1985

Deskripsi Fisik            : Film berwarna ; 75 menit

Media                          : Film layar lebar

Subjek                         : Film laga legenda

Bahasa                         : Indonesia

Penulis Skenario          : I Gusti Jagat Karana

Penata Artistik                        : M. Affandi SM

Penata Suara               : Endang Darsono

Penata Musik              : Frans Haryadi

Penata Foto                 : Thomas Susanto

Penyunting                  : Muryadi

Sinopsis

Calon Arang, janda sakti yang berambisi merebut tahta Kerajaan Daha melampiaskan amarah ambisinya pada rakyat, hingga menimbulkan keresahan pada masyarakat. Putrinya yang bernama Ratna Manggali, yang sudah berumur belum juga mendapatkan suami. Hal ini menambah amarah Calon Arang. Akibatnya, orang semakin takut untuk melamar putrinya. Untuk mengatasi keganasan Calon Arang, Raja Daha mencari tahu kelemahan janda sakti itu dengan meminta Empu Bahula, murid Empu Baradah untuk mengawini Ratna Manggali. Setelah rahasia kelemahan Calon Arang diketahui, Empu Barada dan Empu Bahula menyerang Calon Arang dan gerombolannya. Penyerangan berhasil, Bahula tetap memperistri Ratna Manggali.

Sumber Katalog

Katalog Film Indonesia 1926-1995 / JB Kristanto.-– Jakarta: Grafiasari Mukti, 1995

Perpustakaan Nasional RISinematek Indonesia Pusat Dokumentasi Seni: Bidang Film.

Bagan Transformasi Calon Arang

Transformasi dalam bentuk novel

Cerita Calon Arang ditransformasi menjadi sebuah novel dengan penceritaan yang dinarasikan oleh pengarangnya. Cerita dibuat dari sudut pandang pengarang. Dalam novelnya cerita Calon Arang merupakan cerminan dari sikap beberapa tokoh. Hal ini terlepas dari ciri penulisan pengarangnya (Pramoedya Ananta Toer) yang memiliki kekhasan dalam setiap tulisannya karena sarat oleh gagasan/pemikiran-pemikiran yang Beliau tuangkan dalam setiap tulisannya. Oleh karena itu cerita Calon Arang yang ditulis Pramodya Ananta Toer memberikan kebebasan kepada pembaca tentang makna apa yang tersirat dalam cerita tersebut.

Calon Arang adalah seorang wanita yang memiliki ilmu hitam, sengaja meneluh seluruh rakyat karena kesakithatiannya terhadap mereka yang mengejek Manggali anaknya. Bahkan tak ada satu pun yang mau menikahi anaknya gara-gara ibunya adalah seorang tukang teluh. Sampai akhirnya Calon Arang mampu ditaklukan oleh seorang pendeta bernama Empu Baradah.

Dari cerita tersebut terkesan bahwa Calon Arang adalah tokoh antagonis dan Empu Baradah adalah seorang penyelamat yang di utus Raja untuk menghancurkan kekejaman Calon Arang. Namun di akhir cerita penulis memberikan ciri lain tentang Empu Baradah yang pergi ke kerajaan Bali saat kerajaan terbagi menjadi dua, dan di sana ditunjukan sifat lain dari Empu Baradah yang menjelaskan bahwa sifat seorang manusia tidak selamanya baik, begitu pun dengan Calon Arang tidak selamanya dia jahat, karena Calon Arang melakukan teluh kepada seluruh rakyat pun didasarkan pada kasih sayangnya terhadap Manggali. Oleh karena itu pembaca dibebaskan untuk berfikir siapa yang salah atau benar dan bagaimana berbuat seharusnya.

Cerita ini disajikan dalam beberapa rangkaian cerita yaitu cerita tentang kerajaan, lalu bercerita tentang Calon Arang, Empu Baradah beserta anaknya dan muridnya Empu Bahula.

Perubahan bentuk dari cerita asli yang dituturkan dengan cerita yang ditulis Pramoedya Ananta Toer tentu memeliki beberapa perbedaan. Cerita asli dituturkan dengan bahasa pada saat itu sedangkan Pramoedya menceritakan Calon Arang dengan bahasa Indonesia, dengan menggunakan diksi-diksi yang sesuai dengan ciri khas kepenulisannya. Lalu sudut pandang yang digunakan pun berbeda, Pram menggunakan sudut pandang orang ketiga dalam menceritakan Calon Arang dan di awal serta di akhir cerita adalah tentang kerajaannya itu sendiri. Serta amanat yang disampaikan dalam cerita Calon Arang yang ditulis Pram lebih menisyaratkan kepada kegelisahan yang dirasakan penulis terhadap satu konflik dan memberikan pemahaman tentang bagaimana mencintai lingkungan (dalam hal ini kerajaan) serta cara mempertahankannya untuk tidak terpecah belah dan rakyatnya tetap bersatu. Hal tersebut mengingatkan pembaca untuk dapat memiliki rasa nasionalisme.

Transformasi dalam bentuk Sendratari/Dramatari

Transformasi teks  Calon Arang ke dalam bentuk sendratari. Sendratari juga sering disebut dramatari. Dramatari merupakan sebuah ritual magis yang melakonkan kisah-kisah yang berkaitan dengan ilmu sihir, ilmu hitam maupun ilmu putih, dikenal dengan Pangiwa/ Pangleyakan dan Panengen. Lakon-lakon yang ditampilkan pada umumnya berakar dari cerita.

Calonarang, sebuah cerita semi sejarah dari zaman pemerintahan raja Airlangga di Kahuripan (Jawa timur) pada abad ke IX. Cerita lain yang juga sering ditampilkan dalam drama tari ini adalah cerita Basur, sebuah cerita rakyat yang amat populer dikalangan masyarakat Bali. Karena pada beberapa bagian dari pertunjukannya menampilkan adegan adu kekuatan dan kekebalan (memperagakan adegan kematian bangke-bangkean, menusuk rangda dengan senjata tajam secara bebas) maka Calon Arang sering dianggap sebagai pertunjukan adu kekebalan (batin). Dramatari ini pada intinya merupakan perpaduan dari tiga unsur penting, yakni Babarongan diwakili oleh Barong Ket, Rangda dan Celuluk, unsur Pagambuhan diwakili oleh Condong, Putri, Patih Manis (Panji) dan Patih Keras (Pandung) dan Palegongan diwakili oleh Sisiya-sisiya (murid-murid). Tokoh penting lainnya dari dramatari ini adalah Matah Gede dan Bondres. Karena pagelaran dramatari ini selalu melibatkan Barong Ket maka Calonarang sering disamakan dengan Barong Ket. Pertunjukan Calon Arang bisa diiringi dengan Gamelan Semar Pagulingan, Bebarongan, maupun Gong Kebyar. Dari segi tempat pementasan, pertunjukan Calon Arang biasanya dilakukan dekat kuburan (Pura Dalem) dan arena pementasannya selalu dilengkapi dengan sebuah balai tinggi (trajangan atau tingga) dan pohon papaya. (Sumber: Tim Survey ASTI).

Dramatari ini memadukan antara unsur gerak tari, cerita dan sedikit magis. Tokoh Calon Arang sendiri diidentikkan dengan tokoh Barong Ket yang merupakan tokoh sentral dalam cerita dramatari. Perubahan yang terjadi adalah dengan adanya perubahan teks menjadi gerak.

Transformasi dalam Bentuk Drama

Berbeda lagi ketika teks Calon Arang ditransformasikan dalam bentuk drama. Pementasan drama Calon Arang ini ditampilkan oleh kelas Dik. C 2007 saat mata kuliah pagelaran sastra. Dalam tranformasi ini cerita Calon Arang yang beretuk teks tertulis diubah menjadi bentuk dialog, berupa naskah Calon Arang. Ada tim pembuat naskah yang bertugas mentransformasikan cerita Calon Arang yang semula berbentuk narasi menjadi susunan dialog para tokoh. Dialog yang dibuat disesuaikan dengan kebutuhan  pementasan drama. Meskipun dalam bentuk dialog tetap saja memiliki alur. Yaitu awal penceritaan ketika rakyat menggunjingkan Ratna Manggali, puncak konflik terjadi saat Calon Arang meneliuh seluruh rakyat, dan penyelesaiannya ketika kitab calon Arang dibakar oleh Mpu Baradah.

Dalam naskah drama semua itu dijadikan dalam tiga babak, awal, puncak, dan akhir. Alur yang hadir berupa alur campuran. Prolog dalam cerita dibacakan oleh narator. Para tokoh dihadirkan dalam sebuah panggung pementasan dan ditonton oleh penonton sehingga para tokoh yang dalam cerita narasi hanya dalam khayalan direalisasikan dalam drama ini. Meskipun dalam drama ini,  Calon Arang meninggal, sama seperti teks cerita dalam bentuk yang lain, sudut pandang dalam drama Calon Arang mengambil ending tentang sisi baik Calon Arang.

Transformasi dalam Bentuk Film

Dalam bentuk film, cerita Calon Arang mengalami transformasi bentuk yang pada awalnya berbentuk teks tertulis mengalami ekranisasi atau pelayarputihan naskah. Seperti halnya drama, naskah Calon Arang ini mengalami perubahan bentuk menjadi dialog. Naskah tertulis ini mengalami perubahan bentuk yaitu menjadi adegan-adegan yang divisualisasikan. Apabila dalam drama naskah divisualisasikan melalui pentas langsung, maka dalam bentuk film ini naskah divisualisasikan melalui media perekam yaitu kamera film yang pada setiap waktu yang diinginkan film ini dapat diputar. Mengenai isi naskahnya sendiri, dalam bentuk film ini, cerita Calon Arang tak mengalami perbedaan jauh dengan cerita yang berkembang di masyarakat yaitu pada akhir cerita Calon Arang meninggal dan Manggali tetap diperistri empu Baradah.

Calon Arang adalah seorang tokoh dalam cerita rakyat Jawa dan Bali dari abad ke-12. Tidak diketahui siapa yang mengarang cerita ini. Salinan teks Latin yang sangat penting berada di Belanda, yaitu di Bijdragen Koninklijke Instituut. (wikipedia.com). Dalam makalah ini Calon arang ditransformasi ke dalam beberapa bentuk diantaranya novel, sendratari, drama dan film. Transformasi teks Calon Arang ini dari segi lisan maupun tulisan.

Dongeng Calon Arang diatas ditransformasi dalam berbagai bentuk, diantaranya transformasi dalam bentuk novel, drama, sendratari, dan film. Secara garis besar, dongeng Calon Arang yang ditransformasi dalam bentuk novel, drama, sendratari, dan film menceritakan tentaang seorang wanita jahat bernama Calon Arang yang murka pada rakyat Bali karena mereka selalu mencemooh puteri kesayangannya, Manggali. Kemurkaannya sempat teredam ketika datang seorang pria bernama Mpu Baradah yang datang melamar puterinya, sebenarnya Mpu Baradah diutus menikahi Manggali untuk mencari kelemahan Calon Arang dan menghentikan sikap jahat Calon Arang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dongeng Calon Arang mengalami proses penciptaan kembali dengan cara ekspansi atau pengembangan perluasan baik isi ataupun fungsi.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Calon_Arang

http://www.indonesiaindonesia.com/f/15123-calon-arang/

http://www.tempointeraktif.com/hg/seni/2009/11/23/brk,20091123-209846,id.html

http://www.facebook.com/notes/kumpulan-dongeng-cerita-rakyat/menelusuri-jejak-peninggalan-raja-erlangga-dan-kisah-calonarang-versi-kediri-bag/186139398755

http://www.isi-dps.ac.id/calonarang-masih-menyihir-masyarakat-bali

http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/lamanv4/indeks_penelitian?q=detail_penelitian/692

Sri Maryani, Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia Angkatan 2007