Sambala dan Ramuan Ajaib
Sri Maryani, S.Pd.
Tersebutlah Rengganis, pedesaan yang aman, tentram, dan penduduknya rukun. Desa Rengganis adalah desa yang unik. Dari barat ke utara terbentang dataran tinggi yang sejuk. Sebagian penduduk memanfaatkannya untuk bercocok tanam. Ada masyarakat yang menanam cabe, bawang-bawangan, umbi-umbian, dsb. Desa Rengganis sangat unik, apapun tanaman yang ditanam di sini pasti tumbuh. Dari timur ke selatan terbentang dataran yang landai. Laut yang biru dengan ikannya yang banyak membuat sebagian penduduk ingin menjadi nelayan. Rengganis merupakan daerah yang sejuk. Pohon-pohon tumbuh subur, sungai-sungai mengalir jernih, laut-laut bersih tanpa limbah. Karena keunikannya tersebut, Rengganis menjadi desa yang makmur.
Rengganis dipimpin oleh seorang laki-laki muda yang bijaksana. Sambala dipilih menjadi pemimpin karena kejujuran dan kebijkasanaannya dalam menyelesaikan masalah penduduk. Sambala adalah seorang laki-laki muda yang sangat dihormati dan dicintai oleh penduduk kampung.
Di setiap akhir pekan, di balai desa, penduduk selalu mengadakan pertemuan yang mereka sebut tepung sono. Acara itu merupakan warisan turun temurun dari leluhur mereka. Pertemuan ini menjadi semacam hiburan yang akan menghilangkan lelah penduduk setelah hampir seminggu sibuk bekerja. Para laki-laki akan saling bertukar pengalaman tentang pekerjaan mereka. Para ibu akan bercanda dan saling berbagi resep masakan. Anak-anak asik bermain di pekarangan.
Suatu hari, entah siapa yang memulainya, penduduk desa yang rukun tersebut terlibat dalam sebuah pertengkaran.
“Prak!!!!”, seorang laki-laki menggebrak meja di acara pertemuan pekanan.
“Pekerjaan di laut itu paling bagus!”, kata seorang laki-laki.
“Jadi, kamu menjelekkan pekerjaan yang di ladang?”
“Lihat tanaman-tanaman itu mudah busuk!”, seorang laki-laki dengan nada tinggi.
“Bukankah kamu juga sudah beberapa hari ini tidak mendapat ikan?”, ucap seorang laki-laki tak mau kalah.
Anak-anak yang mendengar pertengkaran itu langsung menangis ketakutan.
Semenjak kejadian itu, penduduk menjadi tidak kompak seperti dulu. Penduduk hanya bergaul dengan teman satu profesinya. Mereka sudah tidak saling menyapa. Anak-anak mereka tidak diperbolehkan lagi main bersama. Anak-anak di desa tersebut semakin sedih.
Meskipun begitu, acara tepung sono masih tetap dilaksanakan karena itu merupakan warisan leluhur yang tidak boleh dilanggar. Namun, dalam acara tersebut warga menjadi terpecah ke dalam beberapa kelompok, dan masih tetap saling menjelekkan.
Lalu, ada seorang pemuda desa yang melaporkan kejadian tersebut kepada Sambala pemimpin desa yang bijaksana.
Sambala datang ke acara tepung sono. Sambala melihat wajah penduduk yang penuh benci. Di tengah balai pertemuan, Sambala berdiri. Ia berdehem.
“Coba, saya ingin melihat hasil kerja kalian. Siapa yang paling bagus?”
Dengan semangat, penduduk menunjukkan bahwa hasil kerjanya yang paling bagus. Beragam hasil bumi di bawa oleh warga, ada yang membawa cabai, sayuran, gula aren, singkong, umbi-umbian. Juga yang dari laut, ada yang membawa ikan, garam, dsb.
Sambala tersenyum ramah. Penduduk desa memperhatikan dengan serius yang akan dilakukan Sambala.
Sambala membawa piring dari tanah liat, kemuadian ia menumbuk beberapa hasil bumi yang dibawa oleh warga. Ke dalam piring tersebut, Sambala memasukkan bawang-bawangan, tomat, terasi, dan garam.
“Apa yang sedang engkau lakukan Ki Sambala?”
“Saya sedang merukunkan kembali laut dan daratan”, jawabnya sambil tersenyum. Lalu dia berkata pada bahan-bahan yang sedang ditumbuknya:
Sambal.. sambal.. sambalaaa...
Nu dihijikeun jadi akur
“Coba kalian cicipi...”, Ucap Sambala sambil menyodorkan piring untuk dicoba penduduk.
“Pedas...!!”, kata warga.
“Tapi enak....”, kata warga yang lainnya.
Penduduk di sana mulai tertarik pada ramuan yang dibuat oleh Sambala.
“Apa yang engkau buat itu Ki Sambala?”
Mendengar pertanyaan itu, Sambala hanya tersenyum.
“Ini ramuan kerukunan.”, ungkap Sambala sambil tersenyum.
“Dengan memakannya, kalian akan lahap makan. Lupakanlah perbedaan. Hentikanlah pertengkaran”, Sambala melanjutkan.
“Lautan dan daratan saja bisa dipertemukan menjadi sesuatu yang enak di dalam ramuan ini. Mengapa kalian tidak?”
Warga menjadi malu. Mereka saling meminta maaf. Anak-anak tersenyum riang karena pertengkaran sudah selesai. Mereka dapat bermain kembali.
Sampai sekarang, ramuan terebut dinamai sambal. Ramuan itu ajaib karena dapat mengakrabkan kembali warga. Ramuan yang telah mempersatukan perbedaan lautan dan daratan.
Rengganis dipimpin oleh seorang laki-laki muda yang bijaksana. Sambala dipilih menjadi pemimpin karena kejujuran dan kebijkasanaannya dalam menyelesaikan masalah penduduk. Sambala adalah seorang laki-laki muda yang sangat dihormati dan dicintai oleh penduduk kampung.
Di setiap akhir pekan, di balai desa, penduduk selalu mengadakan pertemuan yang mereka sebut tepung sono. Acara itu merupakan warisan turun temurun dari leluhur mereka. Pertemuan ini menjadi semacam hiburan yang akan menghilangkan lelah penduduk setelah hampir seminggu sibuk bekerja. Para laki-laki akan saling bertukar pengalaman tentang pekerjaan mereka. Para ibu akan bercanda dan saling berbagi resep masakan. Anak-anak asik bermain di pekarangan.
Suatu hari, entah siapa yang memulainya, penduduk desa yang rukun tersebut terlibat dalam sebuah pertengkaran.
“Prak!!!!”, seorang laki-laki menggebrak meja di acara pertemuan pekanan.
“Pekerjaan di laut itu paling bagus!”, kata seorang laki-laki.
“Jadi, kamu menjelekkan pekerjaan yang di ladang?”
“Lihat tanaman-tanaman itu mudah busuk!”, seorang laki-laki dengan nada tinggi.
“Bukankah kamu juga sudah beberapa hari ini tidak mendapat ikan?”, ucap seorang laki-laki tak mau kalah.
Anak-anak yang mendengar pertengkaran itu langsung menangis ketakutan.
Semenjak kejadian itu, penduduk menjadi tidak kompak seperti dulu. Penduduk hanya bergaul dengan teman satu profesinya. Mereka sudah tidak saling menyapa. Anak-anak mereka tidak diperbolehkan lagi main bersama. Anak-anak di desa tersebut semakin sedih.
Meskipun begitu, acara tepung sono masih tetap dilaksanakan karena itu merupakan warisan leluhur yang tidak boleh dilanggar. Namun, dalam acara tersebut warga menjadi terpecah ke dalam beberapa kelompok, dan masih tetap saling menjelekkan.
Lalu, ada seorang pemuda desa yang melaporkan kejadian tersebut kepada Sambala pemimpin desa yang bijaksana.
Sambala datang ke acara tepung sono. Sambala melihat wajah penduduk yang penuh benci. Di tengah balai pertemuan, Sambala berdiri. Ia berdehem.
“Coba, saya ingin melihat hasil kerja kalian. Siapa yang paling bagus?”
Dengan semangat, penduduk menunjukkan bahwa hasil kerjanya yang paling bagus. Beragam hasil bumi di bawa oleh warga, ada yang membawa cabai, sayuran, gula aren, singkong, umbi-umbian. Juga yang dari laut, ada yang membawa ikan, garam, dsb.
Sambala tersenyum ramah. Penduduk desa memperhatikan dengan serius yang akan dilakukan Sambala.
Sambala membawa piring dari tanah liat, kemuadian ia menumbuk beberapa hasil bumi yang dibawa oleh warga. Ke dalam piring tersebut, Sambala memasukkan bawang-bawangan, tomat, terasi, dan garam.
“Apa yang sedang engkau lakukan Ki Sambala?”
“Saya sedang merukunkan kembali laut dan daratan”, jawabnya sambil tersenyum. Lalu dia berkata pada bahan-bahan yang sedang ditumbuknya:
Sambal.. sambal.. sambalaaa...
Nu dihijikeun jadi akur
“Coba kalian cicipi...”, Ucap Sambala sambil menyodorkan piring untuk dicoba penduduk.
“Pedas...!!”, kata warga.
“Tapi enak....”, kata warga yang lainnya.
Penduduk di sana mulai tertarik pada ramuan yang dibuat oleh Sambala.
“Apa yang engkau buat itu Ki Sambala?”
Mendengar pertanyaan itu, Sambala hanya tersenyum.
“Ini ramuan kerukunan.”, ungkap Sambala sambil tersenyum.
“Dengan memakannya, kalian akan lahap makan. Lupakanlah perbedaan. Hentikanlah pertengkaran”, Sambala melanjutkan.
“Lautan dan daratan saja bisa dipertemukan menjadi sesuatu yang enak di dalam ramuan ini. Mengapa kalian tidak?”
Warga menjadi malu. Mereka saling meminta maaf. Anak-anak tersenyum riang karena pertengkaran sudah selesai. Mereka dapat bermain kembali.
Sampai sekarang, ramuan terebut dinamai sambal. Ramuan itu ajaib karena dapat mengakrabkan kembali warga. Ramuan yang telah mempersatukan perbedaan lautan dan daratan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar