Jumat, 20 Juli 2012

Materi Menceritakan Pengalaman Berkesan

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia terdapat KD menceritakan berkesan. Menceritakan pengalaman berkesan merupakan kegiatan mengeksplorasi kemampuan siswa dalam mengomunikasikan pengalaman yang pernah dialami siswa serta warna-warni perasaan yang mewarnainya. Melalui kegiatan ini siswa mempelajari teknik bercerita, teknik mengolah kata, menyesuaikan volume suara dengan jumlah audiens, mimik dan gesture sehingga orang yang mendengarkan tidak akan merasa bosan dan memahami dengan jelas keruntutan penceritaan.

Kegiatan siswa pada saat pembelajaran















Senin, 16 Juli 2012

Perdana: Skala Harapan dan Mengenali Pribadi Lebih Bijak

Ya.Ya.Ya... Akhirnya saya memutuskan pulang kembali ke As Syifa. Itu bukan keputusan yang mudah sebenernya. Anak-anak bermata bintang terima kasih selalu membuat saya begitu kuat bertahan....







Minggu, 15 Juli 2012

Tahun Ajaran Baru: Semangat Pendidikan Semangat Berinovasi!


Yah, mari kita mulai hari pertama ini dengan beres-beres kantor! ^_^

Subang 16/7

Back to School... As Syifa I'm Coming


Subang (15/1). Sejak pagi kompleks yayasan As Syifa Al Khoeriyah sudah ramai oleh kedatangan siswa-siswa SMPIT dan SMAIT As Syifa Boarding School. Para murid yang telah melepas rindu mereka untuk berkumpul bersama keluarga, kini mulai harus melakukan penyegaran kembali untuk hidup mandiri menuntut ilmu.

Yaa... Selamat datang kembali di As Syifa ya, Nak! Buktikan bahwa Kamu adalah Kejora dari Kampus Peradaban! Salam semangat pendidikan! Pendidikan untuk peradaban!

Sambutan

Parkiran Mobil di Samping PUJASERA


Kantin yang ramai oleh siswa dan keluarga yang mengantar

Suasana di asrama

Beres-beres kamar baru

Selasa, 10 Juli 2012

Transformasi Bentuk dalam Cerita Calon Arang


Oleh

Sri Maryani, S.Pd.

Calon Arang adalah seorang tokoh dalam cerita rakyat Jawa dan Bali dari abad ke-12. Tidak diketahui siapa yang mengarang cerita ini. Salinan teks Latin yang sangat penting berada di Belanda, yaitu di Bijdragen Koninklijke Instituut. (wikipedia.com).

Dalam makalah ini Calon arang ditransformasi ke dalam beberapa bentuk diantaranya novel, sendratari, drama dan film. Transformasi teks Calon Arang ini dari segi lisan maupun tulisan.

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk transformasi Calon Arang dari segi bentuk. Apakah dalam proses transformasinya sendiri cerita Calon Arang ini mengalami penambahan, pengurangan atau pun secara keseluruhan. Dari seginamanya saja sudah jelas berbeda maka dari itu di dalam maklah ini akan dibahas mengenai bentuk-bentuk transformasi cerita Calon Arang.

Transformasi ke dalam bentuk Novel

Sinopsis Calon Arang dari Buku Pramoedya Ananta Toer

Suasana di sebuah daerah sedang hangat membicarakan seorang perempuan cantik yang bernama Ratna manggali. Sayangnya, dia adalah anak dari rakyat yang menjadi korban akibat kekejaman Calon Arang. Terlalu banyak nyawa yang lenyap akibat teluh janda Girah tersebut. Karena kekejaman ibunya, Ratna Manggali pun mendapatkan akibat buruk karena masalah tersebut. Tidak ada satu lelaki pun yang ingin menikahi Ratna Manggali. Mereka takut kalau nasib mereka sama dengan orang-orang yang nyawanya lenyap akibat kekejaman teluh si Calon Arang. Ratna Manggali sangat sedih memikirkan hal itu. Ia membutuhkan seorang pendamping untuk menemaninya, namun tidak ada lelaki yang ingin menikahinya.

Suatu waktu, raja mengetahui tentang kekejaman Calon Arang. Dia mendapat kabar dari perdana menteri bahwa banyak rakyat mati karena tumbal dan teluh Calon Arang. Raja memerinthkan pasukannya untuk melawan Ccalon Arang, namun tidak disangka, pasukan raja tersebut tidak mapu mengalahkan kekuatan Calon Arang. Raja pun mengambil tindakan lain. Ia bertapa memohon petunjuk kepada Batara Guru untuk dapat menghacurkan Calon Arang. Batara Guru memerintahkan raja agar mencari seorang pendeta sakti yang bernama Empu Baradah. Setelah mendapatkan petunjuk tersebut, raja memerintahkan penasehat untuk menemui Empu Baradah. Penasehat tersebut menjelaskan kekacauan yang sedang terjadi. Empu Baradah pun mengerti dan ia akan membantu raja untuk menyelesaikan segala kekacauan tersebut. Empu Baradah menyuruh muridnya yang bernama Empu Bahula untuk menikahi Ratna Manggali. Empu bahula pun siap melksanakan perintah gurunya itu.

Pernikahan Ratna Manggali dengan Empu Bahula membuat Calon Arang bahagia. Ratna Manggali pun tidak perlu meratapi nasibnya yang dulu diperbincangkan orang. Namun, setelah anaknya menikah pun kekejaman Calon Arang tidak berhenti, malah semakin buruk. Akibatnya, Empu Baradah melakukan tindakan yang lain untuk menghancurkan Calon Arang. Dia bertempur melawan Calon Arang. Pertempuran tersebut sangat sengit, namun akhirnya Calon Arang yang kejam itu dapat dilenyapkan oleh Empu Baradah. “

Transformasi ke dalam bentuk drama

Sinopsis drama besar calon Arang kelas dikC’07

Susana di sebuah daerah sedang hangat membicarakan seorang perempuan cantik yang bernama Ratna manggali. Sayangnya, dia adalah anak dari seorang tukang teluh. Calon Arang, begitu nama tukang teluh itu. Terlalu banyak rakyat yang menjadi korban akibat kekejaman Calon Arang. Terlalu banyak nyawa yang lenyap akibat teluh janda Girah tersebut. Karena kekejaman ibunya, Ratna Manggali pun mendapatkan akibat buruk karena masalah tersebut. Tidak ada satu lelaki pun yang ingin menikahi Ratna Manggali. Mereka takut kalau nasib mereka sama dengan orang-orang yang nyawanya lenyap akibat kekejaman teluh si Calon Arang. Ratna Manggali sangat sedih memikirkan hal itu. Ia membutuhkan seorang pendamping untuk menemaninya, namun tidak ada lelaki yang ingin menikahinya.

Suatu waktu, raja mengetahui tentang kekejaman Calon Arang. Dia mendapat kabar dari perdana menteri bahwa banyak rakyat mati karena tumbal dan teluh Calon Arang. Raja memerinthkan pasukannya untuk melawan Ccalon Arang, namun tidak disangka, pasukan raja tersebut tidak mapu mengalahkan kekuatan Calon Arang. Raja pun mengambil tindakan lain. Ia bertapa memohon petunjuk kepada Batara Guru untuk dapat menghacurkan Calon Arang. Batara Guru memerintahkan raja agar mencari seorang pendeta sakti yang bernama Empu Baradah. Setelah mendapatkan petunjuk tersebut, raja memerintahkan penasehat untuk menemui Empu Baradah. Penasehat tersebut menjelaskan kekacauan yang sedang terjadi. Empu Baradah pun mengerti dan ia akan membantu raja untuk menyelesaikan segala kekacauan tersebut. Empu Baradah menyuruh muridnya yang bernama Empu Bahula untuk menikahi Ratna Manggali. Empu bahula pun siap melksanakan perintah gurunya itu.

Pernikahan Ratna Manggali dengan Empu Bahula membuat Calon Arang bahagia. Ratna Manggali pun tidak perlu meratapi nasibnya yang dulu diperbincangkan orang. Namun, setelah anaknya menikah pun kekejaman Calon Arang tidak berhenti, malah semakin buruk. Setiap malam Empu bahula melihat Calon Arang mertuanya pergi entah ke mana dan dia pun sering mendengar Calon Arang melantunkan semacam doa-doa atau puji-pujian. Lalu Empu Bahula menanyakah hal itu kepada ratna Manggali. Dengan perasaan berat, Ratna Manggali mengatakan semua rahasia Calon Arang itu kepada suaminya. Ia mengatakan bahwa kekuatan Calon Arang itu bersumber dari kitab pusaka yang dimilikinya. Setelah itu Empu Bhula mengatakan rahasia Calon Arang tersebut kepada Empu Baradah. Lalu Empu Baradah menyuruh Empu Bahula mengambil kitab tersebut. Empu Bahula pun melakukannya. Ia merayu Ratna Manggali untuk mengambilkan kitab tersebut dan dengan berat hati ratna Manggali mengambil kitab itu lalu diberikan kepada suaminya, tapi ratna Manggai berpesan agar suaminya itu mengembalikan kitab tersebut sebelum ibunya terbangun. Namun, Empu bahula tidak kembali ia membakar kitab pusaka milik Calon Arang dan lenyaplah Calon Arang dari muka bumi ini.

Transformasi ke dalam bentuk Sendra tari

Tarian yang dibawakan sebagai kolaborasi penari terkenal yaitu Retno Maruti dan Bulantrisna Djelantik mengangkat cerita “Calon Arang” sebagai bahan tarian. Tarian tersebut mengusung tema besar “The Amazing Bedaya Legong-Calonarang”.

Setiap gerakan merupakan hasil interpretasi dari setiap bagian cerita dalam kisah Calon Arang. Namun, dalam tari ini, tarian lebih difokuskan pada kisah Mpu Bahula yang berhasil meminang Ratna Manggali dan bukan tentang peperangan calon arang.

Transformasi ke dalam Bentuk Film

Berikut ini ialah ekranisasi atau usaha sebagai baagian dari transformasi bentuk dari cerita aslinya.

Judul                           : Ratu sakti Calon Arang

Sutradara                     : Sisworo Gautama

Produser                      : Ram Soraya

Pemeran Utama           : Barry Prima; Suzanna

Pemeran Pembantu     : Amoroso Katamsi; Diana Suarkom; Didin Syamsuddin; Dorman   Borisman; HIM Damsjik; Johny Matakena; Linda Husein; Ratna Debby Ardi; Tina Winarno

Keterangan Publikasi

Jakarta                         : Soraya Intercine Film, 1985

Deskripsi Fisik            : Film berwarna ; 75 menit

Media                          : Film layar lebar

Subjek                         : Film laga legenda

Bahasa                         : Indonesia

Penulis Skenario          : I Gusti Jagat Karana

Penata Artistik                        : M. Affandi SM

Penata Suara               : Endang Darsono

Penata Musik              : Frans Haryadi

Penata Foto                 : Thomas Susanto

Penyunting                  : Muryadi

Sinopsis

Calon Arang, janda sakti yang berambisi merebut tahta Kerajaan Daha melampiaskan amarah ambisinya pada rakyat, hingga menimbulkan keresahan pada masyarakat. Putrinya yang bernama Ratna Manggali, yang sudah berumur belum juga mendapatkan suami. Hal ini menambah amarah Calon Arang. Akibatnya, orang semakin takut untuk melamar putrinya. Untuk mengatasi keganasan Calon Arang, Raja Daha mencari tahu kelemahan janda sakti itu dengan meminta Empu Bahula, murid Empu Baradah untuk mengawini Ratna Manggali. Setelah rahasia kelemahan Calon Arang diketahui, Empu Barada dan Empu Bahula menyerang Calon Arang dan gerombolannya. Penyerangan berhasil, Bahula tetap memperistri Ratna Manggali.

Sumber Katalog

Katalog Film Indonesia 1926-1995 / JB Kristanto.-– Jakarta: Grafiasari Mukti, 1995

Perpustakaan Nasional RISinematek Indonesia Pusat Dokumentasi Seni: Bidang Film.

Bagan Transformasi Calon Arang

Transformasi dalam bentuk novel

Cerita Calon Arang ditransformasi menjadi sebuah novel dengan penceritaan yang dinarasikan oleh pengarangnya. Cerita dibuat dari sudut pandang pengarang. Dalam novelnya cerita Calon Arang merupakan cerminan dari sikap beberapa tokoh. Hal ini terlepas dari ciri penulisan pengarangnya (Pramoedya Ananta Toer) yang memiliki kekhasan dalam setiap tulisannya karena sarat oleh gagasan/pemikiran-pemikiran yang Beliau tuangkan dalam setiap tulisannya. Oleh karena itu cerita Calon Arang yang ditulis Pramodya Ananta Toer memberikan kebebasan kepada pembaca tentang makna apa yang tersirat dalam cerita tersebut.

Calon Arang adalah seorang wanita yang memiliki ilmu hitam, sengaja meneluh seluruh rakyat karena kesakithatiannya terhadap mereka yang mengejek Manggali anaknya. Bahkan tak ada satu pun yang mau menikahi anaknya gara-gara ibunya adalah seorang tukang teluh. Sampai akhirnya Calon Arang mampu ditaklukan oleh seorang pendeta bernama Empu Baradah.

Dari cerita tersebut terkesan bahwa Calon Arang adalah tokoh antagonis dan Empu Baradah adalah seorang penyelamat yang di utus Raja untuk menghancurkan kekejaman Calon Arang. Namun di akhir cerita penulis memberikan ciri lain tentang Empu Baradah yang pergi ke kerajaan Bali saat kerajaan terbagi menjadi dua, dan di sana ditunjukan sifat lain dari Empu Baradah yang menjelaskan bahwa sifat seorang manusia tidak selamanya baik, begitu pun dengan Calon Arang tidak selamanya dia jahat, karena Calon Arang melakukan teluh kepada seluruh rakyat pun didasarkan pada kasih sayangnya terhadap Manggali. Oleh karena itu pembaca dibebaskan untuk berfikir siapa yang salah atau benar dan bagaimana berbuat seharusnya.

Cerita ini disajikan dalam beberapa rangkaian cerita yaitu cerita tentang kerajaan, lalu bercerita tentang Calon Arang, Empu Baradah beserta anaknya dan muridnya Empu Bahula.

Perubahan bentuk dari cerita asli yang dituturkan dengan cerita yang ditulis Pramoedya Ananta Toer tentu memeliki beberapa perbedaan. Cerita asli dituturkan dengan bahasa pada saat itu sedangkan Pramoedya menceritakan Calon Arang dengan bahasa Indonesia, dengan menggunakan diksi-diksi yang sesuai dengan ciri khas kepenulisannya. Lalu sudut pandang yang digunakan pun berbeda, Pram menggunakan sudut pandang orang ketiga dalam menceritakan Calon Arang dan di awal serta di akhir cerita adalah tentang kerajaannya itu sendiri. Serta amanat yang disampaikan dalam cerita Calon Arang yang ditulis Pram lebih menisyaratkan kepada kegelisahan yang dirasakan penulis terhadap satu konflik dan memberikan pemahaman tentang bagaimana mencintai lingkungan (dalam hal ini kerajaan) serta cara mempertahankannya untuk tidak terpecah belah dan rakyatnya tetap bersatu. Hal tersebut mengingatkan pembaca untuk dapat memiliki rasa nasionalisme.

Transformasi dalam bentuk Sendratari/Dramatari

Transformasi teks  Calon Arang ke dalam bentuk sendratari. Sendratari juga sering disebut dramatari. Dramatari merupakan sebuah ritual magis yang melakonkan kisah-kisah yang berkaitan dengan ilmu sihir, ilmu hitam maupun ilmu putih, dikenal dengan Pangiwa/ Pangleyakan dan Panengen. Lakon-lakon yang ditampilkan pada umumnya berakar dari cerita.

Calonarang, sebuah cerita semi sejarah dari zaman pemerintahan raja Airlangga di Kahuripan (Jawa timur) pada abad ke IX. Cerita lain yang juga sering ditampilkan dalam drama tari ini adalah cerita Basur, sebuah cerita rakyat yang amat populer dikalangan masyarakat Bali. Karena pada beberapa bagian dari pertunjukannya menampilkan adegan adu kekuatan dan kekebalan (memperagakan adegan kematian bangke-bangkean, menusuk rangda dengan senjata tajam secara bebas) maka Calon Arang sering dianggap sebagai pertunjukan adu kekebalan (batin). Dramatari ini pada intinya merupakan perpaduan dari tiga unsur penting, yakni Babarongan diwakili oleh Barong Ket, Rangda dan Celuluk, unsur Pagambuhan diwakili oleh Condong, Putri, Patih Manis (Panji) dan Patih Keras (Pandung) dan Palegongan diwakili oleh Sisiya-sisiya (murid-murid). Tokoh penting lainnya dari dramatari ini adalah Matah Gede dan Bondres. Karena pagelaran dramatari ini selalu melibatkan Barong Ket maka Calonarang sering disamakan dengan Barong Ket. Pertunjukan Calon Arang bisa diiringi dengan Gamelan Semar Pagulingan, Bebarongan, maupun Gong Kebyar. Dari segi tempat pementasan, pertunjukan Calon Arang biasanya dilakukan dekat kuburan (Pura Dalem) dan arena pementasannya selalu dilengkapi dengan sebuah balai tinggi (trajangan atau tingga) dan pohon papaya. (Sumber: Tim Survey ASTI).

Dramatari ini memadukan antara unsur gerak tari, cerita dan sedikit magis. Tokoh Calon Arang sendiri diidentikkan dengan tokoh Barong Ket yang merupakan tokoh sentral dalam cerita dramatari. Perubahan yang terjadi adalah dengan adanya perubahan teks menjadi gerak.

Transformasi dalam Bentuk Drama

Berbeda lagi ketika teks Calon Arang ditransformasikan dalam bentuk drama. Pementasan drama Calon Arang ini ditampilkan oleh kelas Dik. C 2007 saat mata kuliah pagelaran sastra. Dalam tranformasi ini cerita Calon Arang yang beretuk teks tertulis diubah menjadi bentuk dialog, berupa naskah Calon Arang. Ada tim pembuat naskah yang bertugas mentransformasikan cerita Calon Arang yang semula berbentuk narasi menjadi susunan dialog para tokoh. Dialog yang dibuat disesuaikan dengan kebutuhan  pementasan drama. Meskipun dalam bentuk dialog tetap saja memiliki alur. Yaitu awal penceritaan ketika rakyat menggunjingkan Ratna Manggali, puncak konflik terjadi saat Calon Arang meneliuh seluruh rakyat, dan penyelesaiannya ketika kitab calon Arang dibakar oleh Mpu Baradah.

Dalam naskah drama semua itu dijadikan dalam tiga babak, awal, puncak, dan akhir. Alur yang hadir berupa alur campuran. Prolog dalam cerita dibacakan oleh narator. Para tokoh dihadirkan dalam sebuah panggung pementasan dan ditonton oleh penonton sehingga para tokoh yang dalam cerita narasi hanya dalam khayalan direalisasikan dalam drama ini. Meskipun dalam drama ini,  Calon Arang meninggal, sama seperti teks cerita dalam bentuk yang lain, sudut pandang dalam drama Calon Arang mengambil ending tentang sisi baik Calon Arang.

Transformasi dalam Bentuk Film

Dalam bentuk film, cerita Calon Arang mengalami transformasi bentuk yang pada awalnya berbentuk teks tertulis mengalami ekranisasi atau pelayarputihan naskah. Seperti halnya drama, naskah Calon Arang ini mengalami perubahan bentuk menjadi dialog. Naskah tertulis ini mengalami perubahan bentuk yaitu menjadi adegan-adegan yang divisualisasikan. Apabila dalam drama naskah divisualisasikan melalui pentas langsung, maka dalam bentuk film ini naskah divisualisasikan melalui media perekam yaitu kamera film yang pada setiap waktu yang diinginkan film ini dapat diputar. Mengenai isi naskahnya sendiri, dalam bentuk film ini, cerita Calon Arang tak mengalami perbedaan jauh dengan cerita yang berkembang di masyarakat yaitu pada akhir cerita Calon Arang meninggal dan Manggali tetap diperistri empu Baradah.

Calon Arang adalah seorang tokoh dalam cerita rakyat Jawa dan Bali dari abad ke-12. Tidak diketahui siapa yang mengarang cerita ini. Salinan teks Latin yang sangat penting berada di Belanda, yaitu di Bijdragen Koninklijke Instituut. (wikipedia.com). Dalam makalah ini Calon arang ditransformasi ke dalam beberapa bentuk diantaranya novel, sendratari, drama dan film. Transformasi teks Calon Arang ini dari segi lisan maupun tulisan.

Dongeng Calon Arang diatas ditransformasi dalam berbagai bentuk, diantaranya transformasi dalam bentuk novel, drama, sendratari, dan film. Secara garis besar, dongeng Calon Arang yang ditransformasi dalam bentuk novel, drama, sendratari, dan film menceritakan tentaang seorang wanita jahat bernama Calon Arang yang murka pada rakyat Bali karena mereka selalu mencemooh puteri kesayangannya, Manggali. Kemurkaannya sempat teredam ketika datang seorang pria bernama Mpu Baradah yang datang melamar puterinya, sebenarnya Mpu Baradah diutus menikahi Manggali untuk mencari kelemahan Calon Arang dan menghentikan sikap jahat Calon Arang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dongeng Calon Arang mengalami proses penciptaan kembali dengan cara ekspansi atau pengembangan perluasan baik isi ataupun fungsi.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Calon_Arang

http://www.indonesiaindonesia.com/f/15123-calon-arang/

http://www.tempointeraktif.com/hg/seni/2009/11/23/brk,20091123-209846,id.html

http://www.facebook.com/notes/kumpulan-dongeng-cerita-rakyat/menelusuri-jejak-peninggalan-raja-erlangga-dan-kisah-calonarang-versi-kediri-bag/186139398755

http://www.isi-dps.ac.id/calonarang-masih-menyihir-masyarakat-bali

http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/lamanv4/indeks_penelitian?q=detail_penelitian/692

Sri Maryani, Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia Angkatan 2007



Transmisi Teks dalam Cerita Kabayan Ngala Tutut


Oleh

Sri Maryani, S.Pd.

Membaca cerita "kabayan ngala tutut" maka kita akan menemukan banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya juga kaitan teks tersebut sebagai bagian dari kesusateraan yang terus dijaga juga dilestarikan keberadaannya oleh masyarakat penuturnya.

Transmisi didefinisikan sebagai suatu proses penurunan teks baik secara horizontal maupun secara vertikal serta ada nilai-nilai yang diturunkan dari penutur satu ke penutur lainnya. Penurunan teks secara vertikal bersifat tertutup dan diturunkan dari atas ke bawah atau turun temurun. Mengenai penurunan teks secara vertikal kami gambarkan melalui cerita yang kami pilih yaitu Kabayan ngala tutut. Kemudian ada yang disebut juga penurunan teks secara horizontal yaitu melibatkan dua kelompok yang berbeda dalam hal penurunannya pun bersifat terbuka.

Cerita “Kabayan Ngala Tutut” diwariskan turun temurun dari para leluhur, nenek, orang tua, hingga sampai kepada kita. Dalam prosesnya, adakalanya cerita "Kabayan ngala tutut" itu memiliki perbedaan versi antar wilayah. Misalnya, di satu wilayah di tataran sunda ini, ada yang menceritakan bahwa yang menyuruh Kabayan mencari tutut itu adalah Nini, Ada yang mengatakan bahwa yang menyuruh Kabayan mencari tutut itu adalah ambu, ada juga yang mengatakan bahwa yang menyuruh Kabayan mencari tutut itu adalah Iteung istrinya.

Secara fungsi, dalam cerita “Kabayan Ngala Tutut” setidak memiliki beberapa Fungsi diantaranya sebagai berikut.

Pertama, berfungsi sebagai pengesah kebudayaan. Dalam hal ini cerita tersebut memberikan gambaran kebudayaan orang-orang Sunda, tentang kebiasaannya mencari tutut, atau pergi ke sawah. Dengan demikian adanya cerita tersebut memberikan ciri budaya orang-orang Sunda.

Kedua berfungsi sebagai alat pendidikan. Cerita tersebut dapat dijadikan media dalam mendidik. Khususnya anak-anak, karena cerita tersebut memiliki amanat yang dapat dijadikan bahan pelajaran dan pengetahuan bagi anak secara soft skill.

Ketiga berfungsi sebagai hiburan. Dahulu, sebelum berkembangnya media hiburan, cerita ini biasanya cerita ini dituturkan di depan anak-anak sehingga mereka merasa senang dan terhibur. Selain itu juga biasanya dongeng ini dituturkan sebagai dongeng pengantar tidur.

"Kabayan Ngala Tutut" memang merupakan cerita ringan namun di balik itu banyak makna yang terkandung, misalnya "tingkah aneh" kabayan yang enggan turun ke sawah untuk mencari tutut karena takut tenggelam melihat bayangan langit yang memantul di permukaan air kolam, padahal sebagai pembaca dan di dalam konteks riil kita tahu bahwa itu hanya bayangan bukan hal yang sebenarnya. Hal tersebut dapat dilihat di penggalan dialog:

Cék ninina, “Na Kabayan, ngala tutut dileugeutan?”

Cék Si Kabayan, “Kumaha da sieun tikecebur, deuleu tuh sakitu jerona nepi ka katémbong langit.”

Ninina keuheuleun. Si Kabayan disuntrungkeun brus ancrub ka sawah.

Cék Si Kabayan, “Heheh él da déét.”

Kabayan yang polos atau bodoh? Ia enggan untuk masuk ke sawah karena takut tenggelam, sampai pada akhirnya ia didorong ke dalam sawah dan baru benar-benar menyadari bahwa sawah itu memang dangkal.

Dari cerita tersebut kita mendapatkan sebuah nilai atau pesan yang sangat baik bahwa segala sesuatunya harus dicoba. Ketakutan pada awal-awal rencana tindak kita, itu hanya sebatas bayangan yang kita reka-reka sendiri yang akan mengungkung kita untuk tetap tidak bergerak, sampai ketika kita nekat berusaha mendobrak ketakutan-ketakutan itu atau juga dibantu oleh orang lain untuk mendobrak hambatan berupa ketakutan yang kita buat sendiri.

Selain tentang keberanian untuk bertindak, cerita Kabayan Ngala Tutut ini juga mengajak kita untuk menjadi orang yang semangat untuk mendapatkan sesuatu dalam kehidupan, tidak sekadar malas-malasan. Hidup itu harus punya keinginan. Hal ini terlihat dari salah satu ungkapan, "Kabayan ulah héés beurang teuing, euweuh pisan gawé sia mah, ngala-ngala tutut atuh da ari nyatu mah kudu jeung lauk.” kalau diIndonesiakan artinya ialah "Kabayan jangan tidur terlalu siang, kamu tidak ada kerjaan, mencari-cari tututlah. Kan makan harus ada lauknya". Seloroh "Kabayan jangan tidur terlalu siang" sebetulnya itu sudah menunjukkan bahwa Kabayan orangnya memang malas. "Kamu tidak ada kerjaan. mencari tutut-tutulah" sikap Kabayan yang pemalas pada akhirnya membuat ia seolah tak memiliki kerjaan padahal banyak hal yang musti ia kerjakan dalam kehidupan ini. Hal tersebut bukan berlaku pada kabayan saja melainkan penerapan nilainya kepada kita sebagai orang-orang yang nyata di dalam kehidupan. Pentingnya manusia untuk bekerja atau bergerak sampai ada ungkapan "ngala-ngala tutut atuh" itu sudah merpakan yang sangat mengena sekali bai mereka yang tak punya aktivitas. Setidaknya ungkapan tersebut mengajak untuk melakukan aktivitas sekecil apapun itu.

Selain itu, kita pun tak boleh berpikir singkat, reaktif, dan tak mempertimbangkan benar atau tidaknya. Hal ini terlihat dari tingkah kabayan yang karena takut turun ke sawah untuk mencari tutut karena menyangka sawah dalam, maka ia memutuskan untuk memancing tutut-tutut tersebut dengan menggunakan getah. Ini nampak konyol sekali.

Mungkin saja itu sindiran bagi kita yang sering bertingkah konyol di dalam kehidupan ini, tidak dengan pertimbangan yang matang.

Selain nilai tersebut, apabila dikaitkan dengan kultur cerita tersebut bisa menjadi perwakilan orang sunda yang sering mencari tutut di antara waktu senggang mereka. Yang menjadi persoalan ialah apakah sosok Kabayan merupakan gambaran masyarakat sesungguhnya? Tidak bisa digeneralisir bahwa Kabayan ialah karakter masyarakat Sunda. Bisa jadii itu hanya cerita turun temurun untuk mengingatkan kita saja. Cerita yang mengandung banyak nilai pendidikan, petuah hikmah, dan filosofi hidup yang sangat baik yaitu harus selalu belajar dari kesalahan yang dilakukan oleh Kabayan.

Cerita Kabayan memang begitu lekat dalam kehidupan masyarakat sunda. Mungkin ini juga berkaitan dengan kultur Sunda.

Membaca nilai-nilai yang terkandung di daalam cerita Kabayan tersebut, penulis jadi teringat sebuah lagu sunda yang dipopulerkan oleh Doel Sumbang:

"Kabayan...Orang Sunda.....

Tapi, orang Sunda... Lain si Kabayan..."

Dengan tingkahnya yang "menggemaskan" itu akhirnya Kabayan telah menggelitik sikap dan prinsip hidup kita. Apa jangan-jangan Kabayan adalah kita? Semoga kita banyak belajar dari “kepolosan” Kabayan. Dan, menjadikan diri jauh lebih baik dari itu.

Sumber rujukan: Cerita “Kabayan Ngala Tutut”

Sri Maryani, Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia Angkatan 2007

Puisi dalam Laci-laci Alusi



Oleh

Sri Maryani, S.Pd.

Aku dan Sastra yang Memanusiakan

Mencintai sastra berarti mencintai kemanusiaan. Mengungkap sastra berarti mengungkap kemanusiaan. Begitulah, paling tidak, yang dapat aku simpulkan dari apa yang aku pelajari sekarang tentang apa dan bagaimana itu sastra. Karena, dari beberapa tulisan yang kubaca pula, aku menemukan beberapa simpulan yang sama dengan apa yang kusebut dengan “kado manfaat” dari apa yang sedang kupelajari tersebut bahwasannya seseorang mempelajari bahasa ialah untuk melatih agar ia menjadi mahir berkomunikasi, sedangkan seseorang mempelajari sastra, ia sedang dilatih dengan bagaimana memanusiakan manusia. Ada realitas yang tersembunyi di belakang karya. Entah itu dari pengendapan pengalaman pribadi sang penulis, realitas lingkungan, atau pula realitas yang terjadi dalam imaji sang penulis atau kalau kuistilahkan sebagai “intuisi spontan” yang bagaimanapun proses-proses tersebut, tetap saja output yang dihasilkan harus membawa “nilai-nilai kemanusiaan” yang saat pembaca menikmatinya, tak hanya nilai estetis yang ia dapat, namun, hal terpenting lainnya ialah bagaimana ia dapat menyaring ‘realitas kemanusiaan’ dari apa yang ia baca. Karena, dengan itu, maka sastra bisa menjadi sebuah ‘pahlawan’ dalam proses memanusiakan manusia.

Tentang karya dan Realitas Kajian

Ian Champbell dari University of Sydney membuat sebuah tulisan yang merupakan kajian terhadap puisi-puisi karya Nenden Lilis A. Di halaman-halaman pembuka, ia menulis tentang konteks sosiologi. Kukira halaman-halaman ini merupakan ‘kunci pendekatan’ yang akan membuatku memahami apa yang Ian Campbell tulis. Mungkin, tulisan tersebut akan banyak mengangkat sisi sosial puisi-puisi karya Nenden Lilis A. Namun, ternyata kala tulisan tersebut aku teruskan untuk mengkhatamkannya, ada sebuah puzle-puzle gagasan yang membuatku berpikir ulang tentang pendekatan apa yang digunakan Ian. Apakah ia benar-benar menggunakan pendekatan sosial dalam kajiannya? Proses pencernaan tulisan yang kubaca pun berjalan terus. Aku sangat menikmatinya. ada banyak ‘kelezatan intelektual’—khususnya tentang sastra— yang dapat aku cerna saat membacanya. Sampailah aku pada kesimpulan lain saat tulisan mulai beranjak pada pembahasan puisi-puisi Nenden Lilis A. Ternyata apa yang kubaca di pembuka tulisan itu lebih mengarah pada sosio sang Pengarang atau latar belakang lingkungan sastra sang pengarang yang mana itu akan berpengaruh terhadap ciri dari puisi sang pengarang. berikut kalimat yang Ian kutip dari Rosidi yang akan menguatkan idenya untuk menulis latar belakang lingkungan sang pengarang “puisi-puisi dalam bahasa Indonesia dari jawa Barat dengan tema-tema local pada intinya sering dimulai dengan menggambarkan karakteristik alam dari suatu daerah”. selain itu pula Ian mengutip tulisan Joko Pinurbo yang akan menguatkan gagasannya—kenapa ia mengangkat lingkungan sastra penyair—di awal tulisannya. Pinurbo menulis tentang isu dan tantangan yang ia tujukan kepada penyair Jawa-Barat. “ ...Secara geografis, posisi Jawa Barat tentu saja strategis sekaligus penting. Berbatasan dan berhadapan langsung dengan gurita perkembangan yang muncul dari Jakarta. Tak diragukan bahwa ketegangan dan kekhawatiran yang timbul antara kekerasan perkembangan bernuansa global dan cita-cita romantik untuk melindungi suaka lokal, menjadi lahan kreatif yangmenarik dan menantang untuk para penyair Jawa Barat dan itulah yang banyak mengemuka dalam karya-karya mereka. Dari segi pergulatan kreatif, situasi seperti ini boleh dianggap sebagai keberuntungan sekaligus membahayakan untuk para penyair Jawa Barat. Situasi yang menawarkan baik kearifan pikiran dan perasaan. Itu membutuhkan kecerdasan estetis.”. Dari sanalah, kemudian Ian mengangkat Nenden Lilis A. sebagai salah seorang penyair wanita paling terkemuka dari Jawa Barat yang berhasil menerima tantangan yang diajukan Pinurbo tentang degradasi atau lokalitas lingkungan. Selanjutnya Ian mulai mengkaji puisi-puisi Nenden Lilis A, yang terlebih dahulu ia buka dengan biografi singkat Nenden Lilis A., karya-karya yang dihasilkannya, dan bangkitnya kepenyairan perempuan saat pemerintahan Soeharto runtuh. Tentang puisi Nenden Lilis A. pun, Ian berpendapat bahwa puisi-puisi Nenden pada awalnya tentang lingkungan orang Jawa Barat. Namun, satu dari Aspek-aspek yang melukiskan puisi-puisinya ialah bahwa lingkungan yang Nenden Tulis, dilapisi dengan suatu ekplorasi aspek-aspek kehidupan manusia melalui penggabungan elemen-elemen surealnya ke dalam puisi-puisinya. Puisi-puisi nenden Lilis A. yang dikaji di dalam tulisan Ian, di antaranya ialah negeri sihir 1, Sungai Batu, Sumur, Penjemput Maut, Kerikil, Pengintai, Nightmare, Puisi Rumah, Rumah kenangan, dsb. Realitas di dalam Laci Alusi Dalam pengkajian puisi Nenden Lilis A. , Ian menggunakan pendekatan struktural semiotik. Yang mana, pada umumnya dalam tulisan ini, untuk menyingkap hikmah dari karya-karya Nenden, Ian memulai pembacaannya (analisis) dari kiasan atau simbol-simbol yang dimunculkan Nenden dalam puisinya. Misalnya pada puisi “Sunga Batu” Ian menulis, “Dalam puisinya, Nenden lilis A. Menciptakan suatu gambaran lingkungan di bawah ancaman umat manusia. Bahkan batu diinginkan dari palung sungai yang mengering. Penyair menggunakan teknik penyimbolan sungai yang ia gambarkan...”. Jelas sudah di sana bahwa menurutnya “Sungai Batu” merupakan puisi berhikmah tentang eksploitasi lingkungan. Hal itu, Ian buktikan oleh pembacaannya (analisis) terhadap simbol yang Nenden munculkan. Tentang eksploitasi ini mungkin memang multitafsir, karena Ian pun menduga-duga kembali tentang adanya kemungkinan bahwa eksploitasi dalam “sungai Batu” yang dimaksud ialah simbol, tubuh wanita yang diekploitasi laki-laki. Jadi, sisi feminis terangkat dalam tafsiran lain simbol ini. Selain “Sungai Batu”, Ian mengungkap Simbol-simbol lainnya dari puisi Nenden yaitu puisi Sumur. “Puisi lainnya tentang suara lunak Nenden dengan lingkungan adalah puisi “sumur”. Puisi ini juga mengenang simbolisme lingkungan melalui ide bahwa sang penyair menjadi satu dengan ligkungan melalui identifikasi tentangnya. tetapi juga dia bergerak terampil dengan kiasannya pada simbol sumur, yang meluap ketika hujan turun, antara personal dan simbol alam dan lingkungan. Dalam sajak pertama dia menggambarkan tanah, segar kembali ketika tersiram di bawah hujan, dengan pertumbuhan baru yang muncul, Dia menggunakan kiasan sumur untuk menggambarkan penjajarannya dengan proses ini....”. Di paragraf-paragraf berikutnya, Ian menjelaskan simbol-simbol atau kiasan lainnya yang muncul. Yang mana puisi tersebut (simpulannya) mengarah kembali tentang perempuan. Pendapat lainnya menurut Ian tentang simbol-simbol yang terdapat dalam puisi Nenden, “Jika itu tentang pengalaman perempuan, itu adalah suatu puisi riang gembira tentang perasaan jiwa yang bergejolak, seperti hujan yang turun. Kita bisa mengatakan bahwa Nenden tampak untuk hampir menggerakkan dengan lembut anatara kiasan untuk perasaannya sendiri sebagai seorang wanita dan refleksi perasaannya dalam simbol alam”. Selanjutnya yang Ian tulis tentang puisi Nenden yang berjudul “Kerikil”. “Dalam puisinya tahun1999, “Kerikil”, juga ada satu rasa kelanjutan yang kuat dengan puisi-puisinya terdahulu yang menggunakan rasa sentuhan simbolisme pedalaman untuk menguraikan secara terperinci perasaan dalam diri tentang seseorang yang tidak mampu untuk melepaskan kekusutan dirinya dari perasaannya atas seseorang (tak dikenal). Kemampuan Nenden untuk menggunakan bunyi dan perumpamaan lingkungan digunakan untuk efek yang bagus untuk mencerminkan kekacauan dari dalam diri.” Ian juga menuliskan kecenderungan simbol-simbol yang digunakan Nenden dalam puisi-puisinya. “Seperti yang disebutkan, perumpamaan pedalaman adalah satu tema dalam banyak puisi Nenden. Namun, dia lebih suka menggunakan bunyi dan rasa bamboo, bulan, kerikil, atau sumur sebagai kiasan untuk keadaan emosi yang sedang dia cari untuk disamapaikan lewat puisi-puisinya”. Ian masih terus memperkuat gagasannya tentang kiasan-kiasan yang terdapat dalam puisi karya Nenden Lilis A. yang sedang dikajinya. Kali ini, ia menggunakan kata-kata Sutardji sebagai penguatnya. “Ini adalah bagian misteri yang dia dapatkan dari puisinya. Namun, banyak kesuksesan puisi berasal dari penggunaan kata-kata perumpamaan onomatopoeia yang menyampaikan bunyi kikisan, kumuran dari kerikil dalam kerongkongan.” Kiasan memang merupakan salah satu nilai estetis dalam karya sastra. Aku berkesimpulan bahwa puisi memang realitas yang mempunyai laci-laci kiasan yang di dalamnya tersimpan makna. Begitlah keelokan sang seniman kata mengolah realitas. Ada beberapa bentuk kiasan lain yang Ian tangkap dari puisi-puisi Nenden. “ Kepahitan dari kehidupan dipaparkan melalui sinar bias prisma dari puisi-puisinya dalam warna, bunyi, dan gambar yang dia bangkitkan.” Contoh yang Ian ambil ialah istilah kata-kata warna, ada dalam “pengintai” referensi untuk kenangan kuning; dan dalam ‘sajak rumah’, ada gambar warna kebiru-biruan dan merah pupus. Dalam puisi Nightmare, Ian menangkap sebuah pertanyaan dari dirinya tentang alasan mengapa referensi untuk waktu berada dalam baris terakhir puisi? Setelah berhasil menangkap pertanyaan, ian pun mampu mengungkapnya “ tentu seperti yang telah kita lihat, simbol rumah adalah sesuatu yang sering digunakan Nenden Lilis A. untuk menggambarkan kehidupan. Menggunakan simbol tempat ini dalam bagian awal puisi, dia berpindah pada definisi kehidupan yang lebih filosofis seperti “waktu”. Waktu dilihat sebagai perizinan dia untuk kembali ‘pulang’ dan membebaskan dirinya dari pengalaman surreal dan rintangan yang menankutkan yang dia temuia di perjalanan hidupnya” Aku dan Pembacaan Terhadap Alusi dan Hikmah Pikiranku kembali mengarah pada estetis puisi sebagai sastra dengan keindahan kiasan yang dimilikinya. Puisi memang laci-laci realitas. Dan, bagi siapa saja yang berkenan membukanya dengan sungguh-sungguh, ia akan menemukan banyak kepingan hikmah di dalamnya. Tentang kiasan itu sendiri, aku banyak belajar dari tulisan Ian yang telah kukhatamkan ini, tentang bagaimana ia menangkap kiasan dalam setiap puisi. meskipun seluruh curah gagasannya tak mampu aku sampaikan semua dalam tulisanku kali ini. Rupa-rupa kiasan telah ia ungkapkan dari puisi-puisi Nenden Lilis A. dalam mengkiaskan. Dan, untuk kepiawaian dalam menciptakan kiasan, aku ucapkan rasa takjub pada penyair—Bu Nenden lilis A.— . Banyak kiasan bahkan warna pun kiasan. Banyak kiasan bahkan bunyi pun kiasan. Puisi memang laci-laci alusi (kiasan) dan di dalamnya ada berbagai realitas yang terkadang multitafsir. Demikian curah pendapatku tentang apa yang telah kubaca dari tulisan Ian. Menurutku, Ian mengungkapkan pendekatan struktural semiotik, yang mana ia banyak mengungkap/ memecah kata-kata atau struktur yang berkias. Puisi itu memang laci-laci alusi. namun, ada realitas di dalamnya yang harus segera dibuka. Mungkin tentang kemanusiaan. Dan, aku banyak belajar dari sana. Semoga selalu ada inspirasi.

Sri Maryani, Alumni Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia Angkatan 2007. Guru SMPIT As Syifa Boarding School

Sabtu, 07 Juli 2012

MAKALAH ANALISIS DAN TELAAH BUKU TEKS TINGKAT SMA/MA KELAS XI YANG DITULIS OLEH EUIS SULASTRI, DKK


Oleh

Sri Maryani*

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara definitif buku teks adalah sarana belajar yang digunakan di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran. (Buckingham, 1958 :1523). Dalam proses belajar mengajar di sekolah, buku teks dapat menjadi  pegangan guru dan siswa yaitu sebagai referensi utama atau menjadi buku suplemen/tambahan. Di dalam kegiatan belajar, siswa tak sebatas mencermati apa-apa saja yang diterangkan oleh guru. Siswa membutuhkan referensi atau acuan untuk menggali ilmu agar pemahaman siswa lebih luas sehingga kemampuannya dapat lebih dioptimalkan. Dengan adanya buku teks tersebut, siswa dituntun untuk berlatih, berpraktik, atau mencobakan teori-teori yang sudah dipelajari dari buku tersebut. Oleh karena itu, guru harus secara cerdas menentukan buku ajar karya siapa yang akan digunakan di dalam pembelajaran. Karena, pada saat guru tepat menentukan buku ajar terbaik, hal tersebut akan berpengaruh besar di dalam proses pembelajaran nantinya.

Saat ini, pemerintah telah memberikan suatu kebijakan berupa disediakannya buku sekolah elektronik (BSE). Siswa ataupun guru dapat mengunduh buku tersebut secara gratis. Pemerintah membeli buku-buku dari penulis buku ajar yang telah lolos seleksi standardisasi buku teks yang telah ditetapkan.

Buku ajar yang baik memiliki kriteria tertentu atau standar tertentu seperti tentang relevansinya dengan kurikulum yang sedang berlaku saat ini, kesesuaian metode dengan materi yang disampaikan, isi buku atau sudut keilmuannya yaitu apakah teori-teori yang digunakan di dalam penulisan buku ajar ini sudah sesuai atau belum, dsb. Oleh karena itu, perlu diadakannya analisis terhadap buku teks tersebut, dalam hal ini BSE apakah BSE tersebut telah benar-benar memenuhi kriteria buku teks yang baik.

Bab yang akan dianalisis dalam makalah ini ialah bab 9 dari buku “Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI Program Ilmu Alam dan Ilmu Sosial” yang ditulis oleh Euis Sulastri, Michiel Karatim, Florentina Sri Waluyani, dan Margaretha Suharti. Bab 9 tersebut mengangkat tema “diskusi”. Bab tersebut menarik untuk dikaji yaitu mengenai kesesuaiannya dengan buku teks yang ideal. Apakah bab 9 tersebut sudah pantas menjadi bagian dari bab-bab yang ada di buku ajar tersebut?

Untuk mengetahui materi-materi yang disajikan di bab tersebut memiliki kesesuaian keilmuan, kurikulum, dan memiliki kecocokan dengan kompetensi siswa, maka di bab selanjutnya akan dikaji lebih mendalam.

1.2 Rumusan Masalah

1.   Bagaimana gambaran umum isi bab yang dianalisis?

2.   Bagaimana relevansi buku yang dianalisis dengan kurikulum?

3.   Bagaimana kesesuaian ilustrasi yang digunakan dengan materi yang ditulis?

4.   Bagaimana kesesuaiaan bahasa yang ditulis dengan pembaca sasaran?

5.   Apa saja kompetensi dasar di dalam bab tersebut dan bagaimana komposisi dalam mengembangkan empat aspek keterampilan berbahasa?

6.   Apa saja komponen lain sebagai penanda bahwa buku teks tersebut dapat dikatakan baik?

1.3 Tujuan

1.   Untuk mengidentifikasi materi yang terdapat di dalam buku dan relevansinya dengan kurikulum.

2.   Untuk mengidentifikasi kesesuaian ilustrasi yang digunakan dengan materi yang disampaikan.

3.   Untuk mengetahui kesesuaian bahasa yang digunakan penulis dengan pembaca sasaran yaitu kelas XI program Ilmu Alam dan Ilmu Sosial.

4.   Untuk mengetahui kompetensi dasar dan komposisi atau keberimbangan dalam mengembangkan empat aspek keterampilan berbahasa.

5.   Untuk mengetahui komponen-komponen lain sebagai penanda bahwa suatu buku teks dikatakan baik seperti  kejelasan konsep, menarik minat, menumbuhkan motivasi, dsb.

1.4 Manfaat

1.   Pembaca ataupun penyusun secara khusus dapat mengetahui kriteria-kriteria atau standar buku teks yang baik.

2.   Guru dapat memberikan referensi buku ajar yang tepat bagi siswa-siswanya.

3.   Bisa menjadi bahan evaluasi dalam pembuatan buku teks yang berkualitas di penerbitan berikutnya.

1.5 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah  ini ialah tinjauan pustaka. Buku acuan utama yang digunakan ialah buku “Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia” karya Prof. Dr. H.G Tarigan dan Drs. Djago Tarigan. Selain buku utama tersebut, penulis menggunakan bahan tambahan lain seperti buku sekolah elektronik (BSE), kurikulum, dsb.

1.6 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Manfaat Penulisan

1.5 Metode Penulisan

1.6 Sistematika Penulisan

BAB II GAMBARAN UMUM ISI BAB

2.1 Identitas Buku

2.2 Penulis Buku Teks

2.3 Sistematika Isi dan peta Konsep

2.4 Halaman

2.5 Aspek Keterampilan Berbahasa

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Buku Teks

3.2 Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia

3.3 Aspek Isi

3.3.1. Relevansi dengan kurikulum

3.3.2. Kejelasan Konsep

3.3.3. Aspek kebahasaan

3.3.4  Ilustrasi

BAB IVPENUTUP

4.1 Simpulan

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB II

GAMBARAN UMUM ISI BAB “DISKUSI”

2.1 Identitas Buku

Berikut ini ialah gambaran singkat mengenai identitas buku yang salah satu babnya akan penulis analisis.

1.   Judul Buku            : Bahasa dan Sastra Indonesia untuk

SMA/MA kelas XI Program Ilmu Alam dan Ilmu     Sosial

2.   Pengarang             : Euis Sulastri

Michiel Karatim

Florentina Sri Waluyani

Margaretha Suharti

3.   Cetakan                 : -

4.   Tahun Terbit          : 2008

5.   Penerbit                 : Pusat Perbukuan Departemen Penddidikan

Nasional

6.   Tempat Terbit        : Jakarta

7.   Ditujukan Kepada : Siswa SMA/MA Kelas XI program Ilmu Alam dan

Ilmu Sosial

2.2 Penulis Buku Teks

Bab dengan topik “Diskusi” ini merupakan bab ke sembilan dari buku Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA/MA kelas XI Program Ilmu Alam dan Ilmu Sosial yang ditulis oleh Euis Sulastri, Michiel Karatim, Florentina Sri Waluyani, dan Margaretha Suharti. Buku ini merupakan buku sekolah elektronik (BSE) yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2008. Di dalam buku sekolah elektronik yang penulis analisis ini, profile lengkap penulis tidak tersaji. Padahal data semacam daftar riwayat hidup atau riwayat pendidikan perlu untuk menunjang dalam penganalisisan buku teks ini. Yaitu utnuk mengetahui apakah penulis ialah orang yang memiliki kapabilitas dan pemahaman yang baik tentang dunia pendidikan, perbukuaan, dan penulisan buku-buku ajar.

2.3 Sistematika Isi dan Peta Konsep

Pada awal bab, pembaca akan disuguhi dengan ilustrasi mengenai topik bab tersebut yaitu “Diskusi”. Berkaitan dengan sistematika isi dan peta konsep, bab 9 ini terdiri atas judul bab, ilustrasi,  peta konsep, penjelasan materi, kolom-kolom tugas, rangkuman dan evaluasi. Peta konsep yang tersaji dalam BSE ini ditulis secara naratif yaitu mengenai topik bab secara keseluruhan.

Di dalam penulisan makalah ini pembaca khususnya peserta didik juga dibantu dengan adanya penjelasan materi yang diformat seperti tabel sehingga siswa dapat lebih mudah memahami. Tersedia pula lajur khusus di sebelah iri atau kanan berupa kolom khusus intruksi tugas individu atau kelompok. Sehingga, intruksi tugas lebih terkesan rapih dan tidak tercecer.

2.4 Halaman

Bab dengan topik “Diskusi” ini  terdiri dari sepuluh halaman. Halaman pertama terdiri atas topik bab, ilustrasi mengenai topik, dan peta konsep mengenai keseluruhan isi yang terdapat di dalam bab ini. Halaman-halaman berikutnya mengenai penjelasan materi. Selain penjelasan materi yang diformat secara naratif, ada juga penjelasan yang diformat berbentuk tabel sehingga lebih memudahkan siswa dalam memahami materi langkah kerja yang harus dilakukan. Selain itu, di lajur sebelah kiri atau kanan tersedia kolom-kolom yang berisi intruksi tugas individu atau kelompok. Dengan adanya kolom-kolom tersebut, tugas yang akan diintruksikan kepada siswa menjadi lebih rapi. Di dua halaman terakhir bab terdapat rangkuman dan evaluasi.

2.5 Aspek Keterampilan Berbahasa

Di dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, ada rempat aspek atau komponen yang tidak pernah hilang karena merupakan komponen pokok di dalam pembelajaran bahasa Indonesia yaitu mendengarkan/menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pembelajaran bahasa Indonesia yang sesuai dengan kurikulum sekarang dirancang untuk memaksimalkan keempat aspek tersebut agar dapat berkembang di setiap individu siswa.

Keempat aspek keterampilan berbahasa itu pun terdapat pada bab yang penulis analisis. Hal tersebut dapat dilihat di sub-sub materi yaitu menulis karangan ilmiah berupa laporan penelitian, memberi komentar dalam diskusi dan merangkum hasil diskusi, juga sub tentang Frasa yang merupakan aspek kebahasaan.. Pada sub materi "Menulis Karangan Ilmiah Berupa Laporan Penelitian" Aspek yang muncul ialah keterampilan menulis. Dalam subbab tersebut, siswa diarahkan agar mampu menulis, khususnya menulis karya ilmiah atau laporan penelitian. Di subbab ke dua yaitu "Memberi Komentar dalam Diskusi dan Merangkum Hasil Diskusi" ada beberapa aspek keterampilan berbahasa yang dominan muncul yaitu berbicara dan menulis. Berbicara yaitu pada saat berkomentar dalam diskusi, dan menulis pada saat merangkum hasil diskusi. Selain itu, ada aspek lainnya yang muncul yaitu menyimak. Merangkum hasil diskusi membutuhkan penyimakan yang baik terhadap apa-apa yang dibicarakan di dalam diskusi. Selanjutnya di subbab terakhir yaitu tentang Frasa, aspek yang muncul yaitu aspek kebahasaan.

Namun, sayangnya, di bab ini aspek keterampilain membaca seperti yang tertulis dalam kurikulum dengan standar kompetensi “memahami ragam wacana tulis dengan cepat, membaca intensif dan membaca ekstensif” tidak ada.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Buku Teks

Ada beberapa pengertian buku teks yang diungkapkan para ahli. Berikut ini beberapa pengertian yang terdapat dalam buku Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia.

Buku teks adalah rekaman pikiran rasional yang disusun untuk maksud-maksud dan tujuan-tujuan intruksional (Hall_Quest, 1915).

Buku teks adalah buku standar/buku setiap cabang khusus studi” dan dapat terdiri dari dua tipe yaitu buku pokok/utama dan suplemen/tambahan. (Lange, 1940).

“Buku teks adalah buku yang dirancang buat penggunaan di kelas, dengan cermat disusun dan disiapkan oleh para pakar atau para ahli dalam bidang itu dan diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi”. (Bacon, 1935).

“Buku teks adalah sarana belajar yang biasa digunakan di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran” dalam pengertian modern dan yang umum dipahami. (Buckingham, 1958 : 1523).

Dari beberapa definisi tersebut, di dalam buku Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia (Tarigan, 1986: 13) disimpulkan bahwa buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu, yang merupakan buku standar, yang disusun oleh para pakar dalam bidang itu buat maksud dan tujuan-tujuan intruksional, yang diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat menunjang suatu program pengajaran.

3.2 Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia

Membaca definisi-definisi yang diungkapkan para ahli, terlihat sekali pentingnya buku teks dalamembaca ngkapkan para ahlia Indonesiamacam analisis sebagai bahan evaluasi buku teks di edisi mendatang.elalu dievaluasi atau dk menunjang suatu pembelajaran. Sehingga, pembuatan buku teks harus dilakukan secara cermat.

Buku teks yang baik harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan seperti yang diungkapkan oleh Greene dan Petty dalam Tarigan (1986: 86) yaitu sudut pandang (point of view), kejelasan konsep, relevan dengan kurikulum, menarik minat, menumbuhkan motivasi, menstimuli aktivitas siswa, ilustratif, komunikatif, menunjang mata pelajaran lain, menghargai perbedaan individu.

Berdasarkan kriteria-kriteria buku teks yang baik tersebut, penulis melakukan penelaahan atau penganalisisan terhadap salah satu bab dari buku sekolah Elektronik yang ditulis oleh Euis Sulastri, dkk.

Bab yang penulis analisis bertema "Diskusi". Di dalam bab tersebut terdiri atas beberapa kompetensi dasar yaitu menulis karya ilmiah berupa laporan penelitian, Memberikan komentar dalam diskusi, merangkum hasil diskusi, dan tentang frasa.

3.3 Aspek Isi

3.3.1. Relevansi dengan kurikulum

Penulisan buku teks tidak lepas dari kurikulum karena penulisan buku teks memang mengacu pada kurikulum. menurut Tarigan dalam Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia (1986: 66), "Keeratan hubungan buku teks dan kurikulum dapat diumpamakan, digambarkan atau dibandingkan dengan hubungan antara ikan dengan air, ikan dengan tebing, atau juga dapat disamakan dengan dua sisi mata uang, dua tetapi satu, satu tetapi dua".

Berdasarkan relevansinya dengan kurikulum, bab yang penulis analisis nampak point-point standar kompetensi yang sesuai dengan kurikulum. Namun, ada pula yang tidak sesuai.

Berikut ini ialah poin-poin standar kompetensi yang di jadikan sub-sub materi di dalam bab yaitu:

1.   menulis karya ilmiah berupa laporan penelitian (Keterampilan menulis)

2.   memberi komentar dalam diskusi (berbicara)

3.   merangkum hasil diskusi (keterampilan mendengarkan)

4.   frasa (aspek kebahasaan)

Berikut ini akan coba dibandingkan tentang kesesuaian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat di dalam buku dan kurikulum.  Namun, di dalam buku teks tidak ada rincian pasti mengenai apa yang menjadi standar kompetensi atau apa yang menjadi kompetensi dasar. Semuanya sudah dituliskan menjadi sub-sub materi. Sehingga, pada penjelasan selanjutnya yaitu membandingkan buku teks dan kurikulum, buku teks tidak memiliki rincian secara mendetail.

1. Aspek keterampilan mendengarkan
Mendengarkan

Standar Kompetensi Kompetensi DasarMemahami informasi dari diskusi dan dialogMerangkum informasi dari berbagai sumber dalam suatu diskusi

Membedakan informasi dan pendapat dari dialog

Di dalam buku teks standar kompetensi aspek keterampilan mendengarkan yang memiliki kesesuaian dengan buku teks yaitu “merangkum hasil diskusi”. Namun, sebenarnya kompetensi dasar yang tertulis di kurikulum yaitu merangkum informasi dari berbagai sumber dalam suatu diskusi. Ada sedikit perbedaan. Buku teks (di halaman 112) mengarahkan rangkuman diskusi lebih khusus yaitu berupa “notulen rapat”, sedangkan dalam kurikulum lebih umum, yaitu merangkum informasi dari berbagai sumber selama diskusi. Selain itu, di aspek keterampilan ini, ada kompetensi yang tertulis di kurikulum, namun di buku teks tidak, kompetensi dasar “membedakan informasi dan pendapat dari dialog”. Padahal, kompetensi dasar tersebut sangat penting sekali yaitu mengenai apakah suatu teori yang digunakan itu merupakan data yang valid berupa data atau informasi ataukah hanya berupa pendapat saja yang belum teruji kebenarannya.

2. Aspek Keterampilan Berbicara
Standar Kompetensi    Kompetensi Dasar
Berbicara

Mengungkapkan pikiran, dan informasi melalui kegiatan presentasi hasil penelitian, berdiskusi/seminar, dan atau berdebatMelaporkan hasil penelitian secara lisan

Mengajukan pertanyaan atau tanggapan dalam diskusi/seminar

Mengidentifikasi argumen dalam berdebat

Poin pertama kompetensi dasar yang tertulis di kurikulum tentang aspek kemampuan berbicara yaitu melaporkan hasil penelitian secara lisan, di bab yang penulis analisis tidak ada pemaparan secara langsung. Namun di halaman 111 di sana ada kolom tugas berupa tugas kelompok yaitu intruksi untuk mempresentasikan laporan penelitian.

Poin ke dua kompetensi dasar “mengajukan pertanyaan atau tanggapan dalam diskusi atau seminar”, di dalam bab yang penulis analisis hanya berupa “memberi komentar dalam diskusi” tidak ada “mengajukan pertanyaan di dalam diskusi”.

Poin ke tiga kompetensi dasar yaitu “mengidentifikasi argument dalam berdebat”, penulis tidak menemukan kompetensi tersebut di bab yang penulis analisis.

3. Aspek Keterampilan Membaca
Standar Kompetensi    Kompetensi Dasar
Membaca

Memahami ragam wacana tulis dengan membaca cepat, membaca intensif dan ekstensifMenentukan isi atau intisari berbagai ragam teks bacaan dengan membaca cepat

Merangkum isi berbagai ragam teks bacaan

dengan membaca intensif

Menceritakan kembali isi berbagai ragam teks bacaan dengan membaca ekstensif.

Aspek keterampilan membaca di dalam kurikulum memiliki beberapa poin seperti terlihat di atas. Namun, di bab BSE yang penulis analisis, nampaknya aspek keterampilan tersebut sama sekali tidak ada. Bab sembilan memang hanya sepuluh lembar. Pantas saja mengapa jumlah halaman di bab ini sedikit, ternyata memang karena ada kompetensi-kompetensi yang tidak dimasukkan oleh penulis buku.

4.   Aspek Keterampilan Menulis
Standar Kompetensi    Kompetensi Dasar
Menulis

Mengungkapkan informasi dalam bentuk ringkasan/rangkuman, notulen rapat, dan karya ilmiahMenyusun ringkasan isi artikel yang dimuat dalam media massa

Menyusun rangkuman diskusi panel atau

seminar yang disaksikan melalui televisi atau secara langsung

Menulis notulen rapat sesuai dengan kriteria

Menyusun karya ilmiah berdasarkan kajian buku atau hasil penelitian sederhana

Di aspek ke tiga keterampilan berbahasa ini yaitu menulis, di dalam kurikulum nampak sekali beberapa kompetensi dasar yang harus dicapai siswa. Namun, saat melihat pada bab yang dianalisis hanya terdapat dua kompetensi dasar saja yaitu menulis notulen rapat sesuai dengan kriteria dan menyusun karya ilmiah berdasarkan kajian buku atau hasil penelitian sederhana. Nampak, ada dua kompetensi dasar yang tidak dimasukkan oleh penulis yaitu menyusun ringkasan isi artikel yang dimuat dalam media massa dan menyusun rangkuman diskusi panel atau seminar yang disaksikan melalui televisi. Sebetulnya di salah satu judul tertulis rangkuman diskusi. Namun, pada saat dibaca ternyata itu tentang notulen diskusi dan pemaparannya pun sangat singkat.

5. Aspek Kebahasaan
Standar Kompetensi    Kompetensi Dasar
Kebahasaan

Memahami morfologi kata dalam kalimat

Mengidentifikasi kata berawalan dan kata berakhiran yang terdapat dalam teks

Menganalisis kata berkonfiks yang terdapat

dalam teks

Mengelompokkan kata majemuk yang terdapat dalam teks

Mengenai aspek kebahasaan ini, terdapat tiga kompetensi dasar seperti yang terlihat di tabel. Namun, di dalam bab  yang dianalisis, aspek kebahasaan yang dimunculkan oleh penulis BSE ialah tentang frasa (halaman 112). Terlihat sekali ada ketidaksesuaian antara kurikulum dengan apa yang ditulis oleh penulis buku BSE.

3.3.2. Kejelasan Konsep

Menurut Tarigan dalam Telaah Buku Bahasa Indonesia (1986: 86) konsep-konsep yang digunakan dalam suatu buku teks harus jelas, tandas. Keremang-remangan dan kesamaran perlu dihindari agar siswa atau pembaca juga jelas pengerian, pemahaman, dan penangkapannya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konsep adalah rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. Melihat dua penjelasan tersebut, maka konsep-konsep yang terdapat di dalam buku teks memang harus jelas.

Di awal bab, penulis menuliskan tentang peta konsep. Namun, apa yang dituliskan hanya secara umum dan materi-materi yang disampaikan pun tidak secara mendalam.

Di dalam peta konsep yang dituliskan penulis di awal bab BSE,  penulis hanya memaparkan beberapa intruksi. Namun, ada poin yang di dalam peta konsep tidak ada tapi di dalam pemaparan materi itu ada yaitu pemaparan tentang frasa.

Selain itu, konsep-konsep di bab ini semakin tidak jelas karena tidak adanya standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator apa saja yang harus dicapai siswa.

Mengenai isi materi dan teori-teori yang digunakan, penulis pun nampak kurang begitu mendalam. Hal ini dapat dilihat pada saat penulis mendefinisikan “penelitian”. Menurut penulis, “penelitian adalah kegiatan mempelajari sesuatu dengan seksama, terutama untuk menemukan fakta-fakta baru atau informasi tentang sesuatu itu untuk menemukan teori-teori baru, premis-premis, dalil-dalil, atau kaidah-kaidah.”. Penjelasan tersebut nampak rumit sekali. Mungkin siswa akan merasa kebingungan pada saat membacanya. Dan, yang menjadi pertanyaan ialah landasan penelitian itu. Apakah penelitian semudah itu? Maka, seharusnya, penulis BSE perlu merujuk pada KBBI, menurut KBBI penelitian itu adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum. Nampak sekali bedanya pengertian yang diungkapkan penulis BSE dan pengertian yang terdapat di dalam kamus. Penulis buku seharusnya lebih cermat bahwasannya penelitian bukan hanya mempelajari sesuatu dengan seksama melainkan juga berupa kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis.

Selain itu, di bagian-bagian materi tertentu, penulis kurang secara gamblang memaparkan materi misalnya tentang materi “rangkuman diskusi” di halaman 112. Penulis hanya memaparkan secara singkat tentang pengertian rangkuman. Isi-isi yang terdapat di dalam rangkuman diskusi. Penulis tidak membeberkan definisi lebih dalam apa itu notulen diskusi atau apa itu notulis. Selain itu, penulis pun tak menjelaskan poin-poin yang berada di dalam format notulen. Hal ini bisa mengakibatkan siswa bingung bagaimana cara mengisinya. Penulis hanya menyediakan sebuah format isian notulen diskusi.

Selain itu yang perlu kita kaji ialah tentang tema bab ini yaitu “Diskusi”. Nampaknya judul ini terlalu khusus sekali. Padahal salah satu kriteria buku yang baik lainnya ialah menunjang mata pelajaran lain. Tentang hal lain, dapat kita bandingkan dengan buku teks terdahulu yang pernah ada yang mempunyai materi yang sama. Dapat kita lihat di buku Tika Hatikah (2003:1) ada judul yang lebih umum yaitu “Transportasi” sehingga pada saat pemaparan materi wawasan siswa menjadi lebih luas. Atau dapat kita juga melihat buku teks yang ditulis oleh Dawud (2004:57) yang mengambil topik “Nilai-nilai dalam Kehidupan Bermasyarakat”.

Kalaupun penulis BSE tersebut dengan sengaja mengkhususkan bab sembilan tersebut dengan tema “Diskusi”, maka seharusnya tema tersebut pun di buat lebih mendalam seperti mengenai teknik-teknik menyampaikan pendapat atau bertanya dalam diskusi, kata-kata apa saja yang hasrus diucapkan, bagaimana apabila kita tidak menyutujui suatu argumen apa yang harus dikatakan, dsb.

Begitupun pada saat ada materi tentang penulisan karya ilmiah atau laporan penelitian, seharusnya penulis BSE ini tidak hanya berkutat tentang teori-teori pendefinisian, tapi juga harus secara rinci menunjukkan baagaimana langkah penyusunan karya ilmia. Apalagi aspek keterampilan yang dibidik ialah menulis maka seharusnya penulis menunjukkan bagaimana contoh riil karya ilmiah itu seperti apa, format penulisannya bagaimana, dsb. Sebetulnya buku-buku terdahulu lebih baik dalam hal ini. Bisa dilihat contohnya di buku Berbahasa dan Sastra Indonesia yang ditulis oleh Tika Hatikah dan Mulyanis walaupun dulu kurikulum yang dipakai masih Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).

3.3.3. Aspek kebahasaan

Bahasa yang digunakan oleh penulis BSE di bab sembilan ini sudah cukup baik dengan adanya kalimat-kalimat yang mudah dibaca siswa. Kalimatnya singkat-singkat. Dan penulis pun lebih "cair" dalam memperlakukan siswa. Hal ini dapat dilihat di peta konsep yang menggunakan kata sapaan “Kalian” dan bukan “Anda”. Dengan diksi seperti itu, sebetulnya sangat berpengaruh bagi siswa, misalnya siswa merasa menjadi lebih dilibatkan dalam buku tersebut. Dan, seolah tidak ada batas antara penulis buku dengan siswa. Yang menjadi persoalan ialah penulis nampak kurang matang dalam mengolah data atau bahan. Salah satunya ialah pada saat penulis mendefinisikan tentang “Penelitian” atau dalam memaparkan materi lainnya seperti “Rangkuman Diskusi”. Padahal penulis sudah memiliki gaya menulis yang bisa dicerna oleh siswa.

3.3.4 Ilustrasi

Menurut KBBI ilustrasi adalah gambar (foto, lukisan) untuk membantu memperjelas isi buku, karangan, dsb; gambar, desain, atau diagram untuk penghias (halaman sampul dsb); (penjelasan) tambahan berupa contoh, bandingan, dsb untuk lebih memperjelas paparan (tulisan, dsb).

Walaupun sifatnya hanya berupa tambahan, llustrasi mempunyai peranan cukup penting di dalam buku teks. Seseorang tertarik membaca bisa saja dikarenakan gambar-gambar atau ilustrasi yang ada di dalam buku tersebut. Siswa menjadi lebih tertarik membaca dan termotivasi untu mengikuti intruksi-intruksi di dalam buku. Hal ini bisa dikaitkan dengan karakter buku teks yang baik lainnya yaitu menarik minat dan menumbuhkan motivasi.

Di dalam bab yang penuulis analisis yaitu bab sembilan tentang diskusi, ilustrasi tidak cukup banyak. Ilustrasi muncul di awal bab sebagai pengenalan pembuka topik, selanjutnya di halaman 111 yaitu gambar tentang peserta diskusi yang harus aktif mengemukakan  pendapat. Sebetulnya ilustrasi di halaman tersebut sama dengan salah satu ilustrasi di awal bab. Padahal, sebaiknya tim BSE mencari ilustrasi lainnya yang lebih variatif. Selain itu, ilustrasi juga ditemukan di halaman 112 yaitu tentang ilustrasi format notulen diskusi. Ada juga gambar-gambar penghias kolom-kolom tugas. Namun tak begitu banyak.

Untuk ilustrasi sebenarnya dapat dikatakan cukup karena dibantu juga dengan tata letak tulisan yang rapih sehingga membaca BSE ini tidak menjenuhkan mata yang membaca. lanjutnya di halaman 11 yaitu gambar tentang peserta diskusi harus aktif mengemukakan  pendapat. Sebetulnya ilusttrasi

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Buku teks adalah sarana belajar yang biasa digunakan di sekolah-sekolah dan diperguruan tinggi untuk menunjang suatu program pembelajaran. Dalam proses pembelajaran inilah buku teks memiliki peran yang sangat penting sebagai referensi yang digunakan siswa untuk mengoptimalkan potensi-potensinya. Oleh karena itu, perlu adanya pemilihan buku teks yang baik mana yang akan digunakan di dalam pembelajaran.

Ada sebelas kriteria buku teks yang baik seperti yang diungkapkan oleh Greene dan Petty yaitu sudut pandangan (point of view), kejelasan konsep, relevan dengan kurikulum, menarik minat, menumbuhkan motivasi, menstimulasi aktivitas siswa, ilustratif, komunikatif, menunjang mata pelajaran lain, menghargai perbedaan individu, dan memantapkan nilai-nilai.

Dalam penulisan buku teks bahasa Indonesia, ada empat aspek keterampilan yang tidak mungkin dilepas yaitu aspek keterampilan mendengarkan/menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Di dalam penganalisisan bab, banyak sekali dtemukan kekurangan di antaranya ialah tidak adanya standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator apa saja yang harus dicapai oleh siswa, ketidaksesuaian topik yang ditulis di buku teks dengan kurikulum. Ada beberapa kompetensi dasar yang sebenarnya ada di kurikulum namun di buku teks tidak ada. Selain itu ada juga kompetensi yang diminta di kurikulum tentang kata berimbuhan sedangkan yang tersaji di buku ialah tentang frasa. Padahal, penulisan buku teks seharusnya memang relevan dengan kurikulum. Selain itu penulis buku BSE nampak kurang cermat dalam mencari definisi dan kurang matang dalam menyajikan bahan ajar atau teori. Sehingga teori-teori yang tersaji di buku nampak sangat kurang mendalam.

4.2 Saran

Berdasarkan pada kekurangan buku teks (khususnya BSE) yang ditemukan selama melakukan analisis, ada beberapa saran yang dapat diajukan.

1. Pelajari kriteria-kriteria buku teks yang baik.

2. Pada saat menulis buku teks, jadikan kurikulum terbaru sebagai pola, materi apa saja yang akan dimuat di dalam buku.

3. Pelajari dan pahami dengan baik standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada di dalam kurikulum.

4. Tuliskan standar kompetensi, kompetensi dasar, juga indikator kedalam buku teks.

5. Persiapkan dengan matang bahan-bahan atau data yang akan dijadikan materi di dalam buku teks.

6. Dalam mendefinisikan sesuatu carilah referensi yang dapat dipercaya.

7. Gunakan gaya bahasa yang sesuai dengan sasaran pembaca.

8. Gunakan ilustrasi yang  mampu menarik minat siswa dan bisa memotivasi siswa.

9. Guru harus cerdas memilih buku teks yang baik manakah yang layak digunakan oleh siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Dawud, dkk. 2004. Bahasa dan Sastra Indonesia Jilid 3 untuk SMA Kelas XII.

Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hatikah, Tika dan Mulyanis. 2003. Berbahasa dan Sastra Indonesia Untuk SMU

Kelas II Semester 2. Jakarta: Grafindo Media Pratama.

Kosasih, E. 2008. Ketatabahasaan dan Kesusatraan. Bandung: CV. Yrama

Widya

Sulastri, Euis, dkk. 2008. Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI

Program ilmu Alam dan Ilmu Sosial.

Tarigan, H.G. dan Djago Tarigan. 1986. Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia.

Bandung: Penerbit Angkasa.

Tim Penyusun KBBI.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta:

Balai Pustaka.

http://www.bse.depdiknas.go.id

Sri Maryani, Alumni Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia Angkatan 2007
guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMPIT As Syifa Boarding School

Analisis Bahasa Tutur “Ivan, Gading, dan Bagus” saat Membawakan Acara INBOX pada Tanggal 30 November 2009


Oleh

Sri Maryani*

Dalam analisis ini, yang menjadi bahan kajian ialah prinsip kerjasama (kerja sama partisipan) di dalam tindak tutur. Dalam hal ini penulis mencoba melakukan penganalisisan terhadap tuturan host dalam acara INBOX di Stasiun Televisi SCTV pada hari minggu tanggal 30 November 2009 yaitu Ivan Gunawan, Gading Martin, dan Bagus.

Dalam tindak tutur tersebut, bahasa yang digunakan oleh para pelaku tutur dalam hal ini host acara tersebut lebih banyak menggunakan bahasa populer/bahasa gaul.

Transkip tuturan Ivan, Gading, dan Bagus.

Gading                        : Ivan... elo ketawa-ketawa aja lo... Kok Ivan tambah sehat aja sih?

Ivan                 : Iya... kemarin aku diuber-uber ama pak Haji (Gading dan Bagus    tertawa-tawa) (Maxim cara)

Eeh... selamat deh. Eh, tapi ngomong-ngomong setelah idul adha  kemarin hari minggu ini kita masih punya uang dong buat pemirsa kan?

Gading            : Oh, pastinya... kita masih punya dua juta dong... (Maxim Kualitas)

Ivan                 : Waw!! Siapa yang mau dua juta?? (pertanyaan diarahkan ke penonton).

Penonton         : aaaaaa... (bersorak sorai) (maxim cara)

Ivan                 : Hehehe... Aku juga mau. (Maxim kualitas)

Gading                        : Iya, Bagus satu jutanya gimana yang pertama Gus?

Bagus              : Satu jutanya kita pilih MMS yang paling keren. caranya kirim MMS ke mmsinbox@sctv.co.id (Maxim Kualitas)

Gading                        : Tul... satu juta lagi gimana van?

Ivan                 : Coba gimana Bagus? (Maxim cara)

Gading                        : Oh, bagus lagi?

Bagus              : satu juta lagi ntar kita telepon ada kuis di satu pertanyaan tentang TELKOMSEL caranya emm... Kirim dukungan ke Rio Haryanto. Kalo bener jawab dapet satu juta. (maxim kualitas)

Gading                        : Iya dong...

Gading            : Kamu dukung band-band favorit kamu juga penyanyinya. Klik inbox spasi band/penyanyi favorit kamu. Begitu...

Ivan                 : Gading... Bagus... Sekarang kita lihat warga Klender yang memang pagi ini antusias. Hadiah dua juta rupiah sudah dikasih tahu sama sahabat-sahabat saya. tapi, yang jelas hari minggu ini kita memiliki bintang tamu yang luar biasa keren. Hari ini kita kehadiran BEAGE!! ADA LABA 2!! Ada MAHKOTA!! dan ada Caffucino.

Gading                        : terus... terus ... (maxim relasi)

Ivan                             : Ada Estehmanis... hehehe (maxim relasi)

Gading                        : Es teh manis mah itumah minuman kita... (maxim kualitas)

Ivan                 : Mauuu... Caffucino juga itu kan minuman...

Gading                        : Jiaah... Kalo gitu, es dan rotinya satu deh...

Ivan                 : Iya,, tapi yang paling enak kalo misal hari ini di awal ini tampil sekeluarga. Satu keluarga begini begitu aja kerjaannya. Iya, tapi ia punya single ke dua.Nanti kita akan tanya-tanya.

Gading            : Boleh... Panggil langsung yuk! Ini dia NUMATA! (Maxim kualitas)

Penonton         : aaaaaaaaa!!!! (Bersorak)

NUMATA      : Selamat pagi apa kabar? (Kepada penonton)

Ivan                 : Pagi... Aku baik-baik aja... (maxim kualitas)

NUMATA      : Apa kabar?

Gading            : Gue pindah ke sini deh (Gading naik panggung)

Ivan                 : Kamu ninggalin aku sih! (maxim relasi)

Gading          : Iya maaf kan nyapa temen-temen yang di sana ya.. (maxim relasi)

Bagus              : Bener... (maxim kualitas)

Gading            : Gitoooh...

Ivan                 : Ini lo aku mau tanya kegiatan Numata lagi ke mana aja nih?

Numata           : Sekarang lagi sibuk promo single ke dua sambil nyiptain lagu buat orang juga... (maxim kualitas)

Bagus              : Iya nih sambil nyiptain lagu buat orang juga...

Ivan                 : Tapi biasanya Numata bertiga ya? Kalo pagi hari ini kenapa jadi berempat ya?

Numata           : Yang mana nih? (maxim kuantitas)

Ivan                 : Ada yang isi kalo gak salah nih? (maxim cara)

Gading            : ho...ho..ho... 3 1/2 Ivan, kan belum lahir. (maxim cara) Biasanya inbox juga bertiga sekarang berlima.... 1, 2, 3, 4, 5 (sambil menunjuk Ivan tiga kali).

Ivan                 : Heuheu...  tiga orang (Ivan memelas). (maxim kualitas)

Gading             : Ya udah deh 4 1/2

Ivan                 : Numata stylenya juga yang paling mantap nih. Manteeep! Cowok-cowok cerah di pagi hari. Iya nih untuk kamu yang mau beraktivitas di pagi hari, yang mau beraktivitas dengan keluarga, udahlah jangan kepagian perginya. dengerin lagu-lagu dari inbox. Ini persembahan dari NUMATA....
MAXIM    TUTURAN 1    TUTURAN 2

Maxim Kuantitas

    Coba gimana Bagus?    Oh, bagus lagi?
Tuturan ke 2 menjawab belum pasti karena malah balik mempertanyakan, "Oh, Bagus lagi?"
Tapi biasanya Numata bertiga ya? Kalo pagi hari ini kenapa jadi berempat ya?    Yang mana nih?
Tuturan ke 2 menjawab belum pasti karena malah balik mempertanyakan, "Yang mana nih?"
Yang mana nih?    Ada yang isi kalo gak salah nih?
Tuturan 2 "Ada yang isi kalo gak salah nih?" sebagai jawaban dari tuturan 1 "yang mana nih" terlihat belum pasti.


Maxim KualitasEh, tapi ngomong-ngomong setelah idul adha kemarin hari minggu ini kita masih punya uang dong buat pemirsa kan?Oh, pastinya... kita masih punya dua juta dong.Jawaban tuturan 2 sesuai dengan pertanyaan dalam tuturan ke 1.Waw!! Siapa yang mau dua juta??Hehehe... Aku juga mau.

Jawaban tuturan 2 sesuai dengan pertanyaan dalam tuturan ke 1. Tuturan satu menanyakan siapa yang mau dua juta, maka tuturan 2 menjawab bahwa ia juga mau dua juta.Iya, Bagus satu jutanya gimana yang pertama Gus?Satu jutanya kita pilih MMS yang paling keren. caranya kirim MMS ke mmsinbox@sctv.co.id.Jawaban tuturan 2 sesuai dengan pertanyaan dalam tuturan 1. Saat tuturan 1 menanyakan bagaimana cara mendapatkan 1 juta, tuturan dua langsung menjelaskan caranya.Coba gimana Bagus?satu juta lagi ntar kita telepon ada kuis di satu pertanyaan tentang TELKOMSEL caranya emm... Kirim dukungan ke Rio Haryanto. Kalo bener jawab dapet satu juta. Jawaban tuturan 2 sesuai dengan pertanyaan 1 yang menanyakan bagaimana mendapatkan uang yang satu jutanya lagi. dan, tuturan 2 menjawabnya sesuai dengan yang diminta pertanyaan di tuturan 1.Ada Es the manis... heheheEs teh manis mah itumah minuman kita.Tuturan 2 merupakan respon dari tuturan 1. dan, pernyataan yang dinyatakan tuturan 2, "Es teh manis itumah minuman kita" sesuai sebagai jawaban/respon dari pernyataan satu, "Ada es teh manis."Iya,, tapi yang paling enak kalo misal hari ini di awal ini tampil sekeluarga. Satu keluarga begini begitu aja kerjaannya. Iya, tapi ia punya single ke dua. Nanti kita akan tanya-tanya.Boleh... Panggil langsung yuk! Ini dia NUMATA!

Tuturan 2 "boleh" merupakan jawaban/respon dari tuturan pertama "nanti kita akan tanya-tanya".Selamat pagi apa kabar?Pagi... Aku baik-baik aja.Pertanyaan pada tuturan satu "Selamat pagi apa kabar?" dijawab sesuai oleh tuturan 2 "Pagi. Aku baik-baik saja."Iya maaf kan nyapa temen-temen yang di sana ya.Bener.Tuturan 2 "bener" sesuai sebagai jawaban dari tuturan 1 yang seolah meminta untuk diyakinkan "Iya maaf kan nyapa temen-temen yang di sana ya."Ini lo aku mau tanya kegiatan Numata lagi ke mana aja nih?Sekarang lagi sibuk promo single ke dua sambil nyiptain lagu buat orang juga.Pertanyaan tuturan 1 "...Numata lagi ke mana aja nih?" dijawab sesuai oleh tuturan 2 "Sekarang lagi sibuk promo single ke dua sambil nyiptain lagu buat orang juga."

Maxim Relasi

Gading... Bagus... Sekarang kita lihat warga Klender yang memang pagi ini antusias. Hadiah dua juta rupiah sudah dikasih tahu sama sahabat-sahabat saya. tapi, yang jelas hari minggu ini kita memiliki bintang tamu yang luar biasa keren. Hari ini kita kehadiran BEAGE!! ADA LABA 2!! Ada MAHKOTA!! dan ada Caffucino.terus... terus...

Tuturan 2 "terus... terus..." mengisyaratkan agar tuturan 1 melanjutkan menyebutkan siapa saja bintang tamu yang datang pada acara inbox di hari itu.terus... terus...Ada es teh manis... hehehe.Tuturan 2 "Ada es teh manis" sebagai jawaban dari tuturan 1 bukan sebagai jawaban sesungguhnya, hanya merespon dalam bentuk bercandaan. Dan, mengisyaratkan bahwa bintang tamu memang sudah disebutkan semua.Gue pindah ke sini deh.Kamu ninggalin aku sih!Tuturan 1 dan tuturan 2 seolah tidak memiliki ikatan, karena apa yang dinyatakan oleh tuturan tersebut tidak direspon 'wajar' oleh tuturan dua. namun, tuturan dua "kamu ninggalin aku sih!" sebetulnya merupakan jawaban bagi tuturan 1 "Gue pindah ke sini deh". Apabila dikaitkan dengan konteks pada saat itu, penutur 1 memang tidak sedang berada di dekat penutur 2 (penutur 1 meninggalkan penutur 2 untuk menyapa penonton) lalu ia datang kembali ke penutur 2.Kamu ninggalin aku sih!Iya maaf kan nyapa temen-temen yang di sana ya.Pernyataan tuturan 1 "kamu ninggalin aku sih!" mengisyaratkan bahwa penutur 2 bersalah sehingga membuat penutur dua meminta maaf dan menjelaskan alasannya kenapa.Ada yang isi kalo gak salah nih?ho...ho..ho... 3 1/2 Ivan, kan belum lahir.Jawaban tuturan 2 "3 1/2 Ivan, kan belum lahir" sebagai jawaban dari pertanyaan tuturan 1 "Ada yang isi kalo gak salah nih?" harus dikaitkan dengan konteks atau maksud tuturan yang sedang membicarakan salah satu personel Numata yang sedang hamil. Jadi, menurut bercandaan host, calon bayi tersebut dihitung sebagai 1/2 personel karena belum lahir.

Maxim CaraKok Ivan tambah sehat aja sih?Iya... kemarin aku diuber-uber ama pak Haji.Jawaban tuturan 2 tidak menjawab secara langsung tuturan 1. Maksud inti dari tuturan 2 ialah bahwa ia mau dikurbankan tapi tak jadi. Jawaban 2 bernilai bercandaan.Tul... satu juta lagi gimana van?Coba gimana Bagus?Jawaban dari tuturan 2 tidak menjawab langsung pertanyaan, malah meminta pihak lain untuk menjawabnya.Waw!! Siapa yang mau dua juta?? (pertanyaan diarahkan ke penonton)aaaaaa... (bersorak sorai)

Penonton selaku penutur 2 hanya menjawab dengan bersorak-sorai "aaaaaaaaaa" atas pertanyaan dari penutur 1. Penutur 2 tidak menjawab langsung bahwa mereka mau uang dua juta.Biasanya inbox juga bertiga sekarang berlima.... 1, 2, 3, 4, 5Heuheu...  tiga orang.

Jawaban tuturan 2 tidak menjawab secara langsung bahwa apa yang dituturkan penutur 1 tidak benar. Penutur 2 hanya menjawab "tiga orang" sebagai penjelasan mereka tidak berlima tetapi bertiga.

Tuturan-tuturan yang dianalisis memakai prinsip kerja sama tersebut, sebagiannya memunculkan beberapa pertanyaan bagi penulis laporan analisis ini, khususnya yang berkaitan dengan pembelajaran materi ini secara umum. Berikut ini beberapa pertanyaan yang penulis dapatkan selama menganalisis tindak tutur di atas.

    Apakah analisis tindak tutur dilakukan pada tuturan yang bersifat pernyataan saja, karena ternyata ada tuturan yang berbentuk pernyataan lalu dijawab oleh pernyataan kembali.
    Bagaimana jika tuturan yang diucapkan penutur tidak dijawab oleh lawan tutur tapi oleh pihak lain?
    Pertanyaan/pernyataan satu arah apakah dapat dianalisis?
    Dalam satu tuturan/kalimat apakah mungkin terdapat beberapa maxim?

Berkaitan dengan munculnya beberapa pertanyaan baru seperti di atas perlu ada pengkajian lebih dalam lagi tentang persoalan-persoalan yang muncul.

semoga semakin dapat meluaskan pemahaman kita khususnya yang bekaitan dengan materi yang bersangkutan.

Sri Maryani, Alumni Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia Angkatan 2007 saat ini menjadi guru di SMPIT As Syifa Boarding School Subang